DPR Minta Jumlah Pupuk Subsidi Ditambah, Distribusi dan Pengawasan Diperbaiki
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah untuk menambah alokasi pupuk subsidi.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah untuk menambah alokasi pupuk subsidi. Menurutnya, pemerintah harus menunjukkan keberpihakan terhadap petani dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Selama dua tahun ini subsidi pupuk untuk petani diturunkan jumlahnya. Sementara untuk penyertaan modal negara untuk BUMN dinaikkan. Ini menurut kami kebijakan yang tidak pro terhadap pertani.”
Demikian diungkapkan Andi saat menjadi pembicara di Indonesia Business Forum, program yang ditayangkan secara langsung oleh stasiun TV One, Rabu (22/12/2021) malam.
Selain itu, Andi juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan memperbaiki distribusi pupuk bersubsidi. Dirinya menyebut secara ketentuan pupuk bersubsidi ditujukan untuk petani kecil dengan lahan kurang dari dua hectare. Tapi pada kenyataannya masih banyak pengusulan untuk lahan di atas dua hektare. Kondisi tersebut disayangkan oleh Andi karena mengakibatkan beberapa daerah tertentu yang mengusulan kebutuhan pupuk subsidi dalam jumlah yang sangat banyak.
"Masalahnya di situ. Ternyata usulan dari bawah yang masuk melalui RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani.red) itu lahannya di atas dua hektare. Sehingga yang diusulkan ke kementerian pertanian kebutuhannya bengkak sampai 24 juta ton. Sedangkan negara hanya bisa menyiapkan 7,5 juta ton. Aturannya sudah bagus, tapi pelaksanaannya di lapangan masih bermasalah," katanya.
Untuk ke depannya, Andi berharap pemerintah terus melakukan perbaikan dalam distribusi. Sistem yang masih manual, ditenggarai turut memicu permasalahan.
“Kita harus menghindari permainan di distributor dan agen. Kenyataannya yang kami temukan masalah pupuk bersubsidi terjadi karena kita masih menggunakan sistem manual. Kita harapkan ada digitalisasi. Jangan sampai negara lalai terhadap perlindungan petani,” tegas Andi.
Berikutnya, kata politikus PKS ini, pemerintah harus bisa menjamin harga pokok pembelian agar tidak merugikan petani. Terlebih keberadaan pupuk subsidi dengan luasan areal tanam saat ini sangat jomplang alias tidak sebanding.
"Petani ini kasihan karena dihantam dari dua sisi. Pertama, pupuk susah didapat. Di sisi lain, harga gabah anjlok. Karena itu, pemerintah juga harus bisa menjamin harga pokok pembelian. Dan sebenarnya ini tugasnya Bulog yang selama ini tidak dilaksanakan dengan baik," katanya.
Wakil Direktur Utama Pupuk Indonesia, Nugroho CChristijanto mengatakan bahwa kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini karena masalah harga gas internasional dalam keadaan melambung tinggi. Sedangkan dalam pembuatan pupuk komersil, pihaknya mengikuti harga internasional.
"Sedangkan kapasitas pupuk subsidi kita hanya 14 juta yang terdiri dari Urea, NPK, SP36 dan ZA. Memang paling besar komposisinya pupuk urea. Artinya apa yang ada kita dedikasikan untuk pasar komersial," katanya.
Meski demikian, Nugroho memastikan bahwa kebihakan Pupuk Indonesia dalam membantu meringankan beban petani sudah ditempuh dengan berbagai cara. Salah satunya dengan memastikan kebutuhan pupuk pada Musim Tanam (MT1) ini khusus untuk kebutuhan lokal.
"Jadi khusus pada musim tanam MT 1 ini kita sudah mengambil kebijakan untuk tidak melakukan ekspor, jadi kita fokus ke pasar dalam negeri saja. Dan saya rasa kalau kita bicara kebutuhan pupuk dalam negeri sangat besar. Tentu 14 juta ini rasanya tidak bisa memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri," katanya.
Guru Besar IPB, Prof. Dwi Andreas Santosa menyampaikan bahwa kenaikan pupuk non subsidi yang terjadi saat ini harus dipahami secara utuh, dimana harga gas dunia sedang mengalami kenaikan yang cukup jauh.
"Kenaikan pupuk non subsidi ini sangat dipengaruhi pupuk dunia. Dan pupuk dunia dipengaruhi oleh harga gas alam. Dan kebetulan gas alam ini peningkatannya sangat luar biasa. Dari bulan Mei tahun lalu sampai sekarang peningkatannya mula-mula US$ 3 sekarang US$25.
"Padahal ini bahan baku pupuk nitrogen. Jadi kalau saya bilang, kalaupun kita tanpa subsidi, naik turunnya harga pupuk itu akan tergantung naik turunya gas. Kalau soal langka mungkin bisa terkait dengan penganggarannya juga, karena anggaran itu biasanya di Januari," tutupnya.(*)