Para Pengungsi Masih Trauma, Tak Hanya Khawatir Erupsi Susulan Tapi Juga Takut Pelaku Kejahatan
Rasa trauma Faiqotul bukan saja disebabkan dari potensi erupsi namun juga dari pelaku-pelaku kejahatan yang mengambil kesempatan saat warga mengungsi.
Editor: Dewi Agustina
SUDAH tiga pekan sejak Gunung Semeru yang berada di Kabupaten Lumajang Jawa Timur erupsi, Sabtu (4/12/2021) lalu.
Salah seorang warga yang tinggal di zona merah lereng Gunung Semeru, Faiqotul Himma (21) mengaku rasa trauma masih dirasakannya hingga hari ini.
Ketakutan menghantui setiap hari, terutama di malam hari mengakibatkan sulit untuk memejamkan mata.
Karena beberapa kali erupsi susulan bukan hanya di pagi, siang atau sore hari, namun juga di tengah malam.
Hal ini diungkapkan Faiqotul Himma saat ditanya apa yang ia rasakan saat ini pasca erupsi Semeru dalam webinar yang digelar Rumah Polymath, Minggu (26/12/2021) bertema 'Sehat Mental Di Tengah Erupsi Semeru'.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejumlah kaum pria secara bergiliran terjaga di tengah malam.
"Mereka ronda untuk berjaga-jaga bila ada erupsi, bisa segera membangunkan warga. Selain itu juga mencegah terjadinya pencurian," ujar wanita yang akrab disapa Fafa tersebut.
Baca juga: Jenderal Andika Kerahkan Prajurit Yonzipur Kostrad Bangun Sungai Darurat Pasca-erupsi Semeru
Gadis berhijab itu mengaku rasa trauma bukan saja disebabkan dari potensi erupsi yang hingga kini masih terus terjadi, namun juga dari pelaku-pelaku kejahatan yang mengambil kesempatan saat warga mengungsi.
"Mereka mencuri rumah-rumah yang ditinggal kosong. Termasuk mencuri hewan ternak. Sudah beberapa kali kejadian disini," ungkap Fafa yang tinggal di Desa Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang itu.
Mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Malang tersebut mengaku kegiatan psikososial yang dilakukan sejumlah lembaga kemanusiaan belum menyentuh para pengungsi "rumahan".
"Rata-rata kegiatan trauma healing dilakukan di posko-posko pengungsi. Sedangkan kita yang menginap di rumah kerabat atau tetangga belum tersentuh. Padahal kami disini tak kalah stresnya dengan yang di pengungsian," keluhnya.
Dikatakannya, ada sekali dua kali lembaga yang mengajukan kegiatan psikososial bagi warga yang tidak mengungsi di posko.
Namun begitu warga berdatangan untuk mengikuti ternyata pihak lembaganya yang tidak hadir.
"Kasihan mereka di-PHP beberapa kali, membuat malas datang. Ada baiknya selanjutnya kegiatan trauma healing dengan jemput bola, menyisir warga yang mengungsi di rumah kerabat," pinta Fafa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.