Perkara Ujaran Kebencian Berdasarkan SARA, Yahya Waloni Dituntut 7 Bulan Penjara dan Denda Rp50 Juta
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus dugaan penistaan agama serta ujaran kebencian Muhammad Yahya Waloni.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus dugaan penistaan agama serta ujaran kebencian Muhammad Yahya Waloni.
Pembacaan tuntutan itu dilakukan dalam sidang lanjutan yang digelar di ruang sidang Kusumah Atmadja Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/12/2021).
Pada surat tuntutannya jaksa menyatakan Yahya Waloni secara sah bersalah telah melakukan ujaran kebencian dan penghasutan sehingga menimbulkan permusuhan berdasarkan Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA).
"Menyatakan terdakwa Yahya Waloni terbukti berslah malakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana dan tanpa hak menyebarkan informasi yg ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan, antara individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," kata jaksa Yuni Darwinarsih dalam tuntutannya.
Jaksa menyebut, Waloni secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 45a ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) undang-undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE) sebagaimana dakwaan pertama.
Atas hal itu, jaksa menjatuhkan tuntutan pidana kepada Yahya Waloni hukuman pidana penjara selama 7 bulan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara.
Baca juga: Yahya Waloni Bakal Jalani Sidang Tuntutan Hari ini dari Rutan Mabes Polri
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama 7 bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan.," tuntut jaksa.
Pada persidangan hari ini sendiri, Yahya Waloni dihadirkan secara virtual dari ruang sidang Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri.
Sebagai informasi, pada persidangan sebelumnya, terdakwa kasus dugaan penistaan agama serta ujaran kebencian, Muhammad Yahya Waloni mengungkapkan jika, isi ceramahnya yang telah menodai suatu kepercayaan agama tertentu awalnya merupakan sebuah candaan semata.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara tersebut dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/12/2021).
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan terkait apa yang diungkapkan dari Yahya Waloni dalam ceramahnya di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta pada Agustus 2019.
Baca juga: Hari ini, Yahya Waloni Jalani Sidang Tuntutan Perkara Penistaan Agama dan Ujaran Kebencian
"Kata-kata negatif apa yang saudara katakan?," tanya jaksa.
"Ya seperti itu kata roh kudus dikatakan roh kudis, kitab bible kristen mateus markus lukas stefanus jadi tetanus, cap tikus dan lain sebagainya. seingat saya itu," kata Yahya dalam keterangannya.
Mendengar penjelasan itu, lantas jaksa menanyakan motivasi atau niatan dari Yahya mengutarakan pernyataan tersebut.
Berdasarkan pengakuannya, ungkapan itu dilontarkan awalnya hanya untuk bercanda kepada ratusan jamaah yang hadir saat itu.
"Apa alasan terdakwa mengatakan hal tersebut?," tanya lagi jaksa.
"Alasannya saya tidak mengikuti emosional saya untuk situasi itu, saya pakai hanya sebagai candaan, tapi ternyata saya terlampau kasar, etikanya benar-benar enggak," ucap Yahya.
Baca juga: Akui Cermahnya Tak Beretika, Yahya Waloni: Saya Minta Maaf dan Bertanggungjawab
Padahal kala itu, dirinya sadar kalau kegiatan ceramah yang bertema "nikmatnya Islam" itu sedang direkam oleh pihak panitia DKM Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta.
Hanya saja dia tidak mengetahui kalau ternyata tayangan itu masuk dalam Live Streaming akun YouTube dan Facebook milik Panitia Masjid.
"Apakah ada panitia yang mengkonfirmasi pada saudara akan disiarkan atau gimana?," tanya jaksa
"Tidak diberitahukan," jawab Yahya.
"Namun ketika saudara melihat kamera tersebut apa yang saudara lakukan?," tanya lagi jaksa.
"Sepengetahuan saya itu hanya dokumentasi orang yang merekam saja," timpal Yahya.
Diketahui dalam perkara ini Yahya Waloni didakwa atas kasus dugaan penistaan agama sehingga menimbulkan kebencian di antara umat beragama.
Dalam dakwaannya jaksa turut menjelaskan posisi perkara dari Yahya Waloni, di mana hal ini terjadi, pada Rabu (21/8/2019) saat itu terdakwa sebagai penceramah diundang oleh DKM masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta untuk mengisi kegiatan ceramah dengan tema “nikmatnya islam.
Jaksa menyatakan, dalam agenda tersebut turut dihadiri sekitar 700 jamaah, namun dalam isi ceramahnya, Yahya menyampaikan materi yang menimbulkan rasa kebencian antar individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
Baca juga: PN Jakarta Selatan Kembali Gelar Sidang Perkara Dugaan Penistaan Agama atas Terdakwa Yahya Waloni
Di mana isi ceramah dari Yahya menyangkut ungkapan yang bermuatan kebencian terhadap umat kristen sehingga materi ceramah dapat menyakiti umat kristiani.
Padahal selain didengar oleh jamaah masjid tersebut, ceramah itu juga ditayangkan secara langsung (live streaming) di akun media sosial yang dimiliki oleh mesjid WTC yaitu youtube dan facebook sehingga ditonton oleh khalayak ramai.
Atas hal itu, Yahya Waloni didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu pertama pasal 45a ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) undang-undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), atau kedua, pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketiga, pasal 156 KUHP.