Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Evaluasi Akhir Tahun Fraksi PKS DPR RI: Jaga Demokrasi Dari Praktik Oligarki dan Sentralisasi

Fraksi PKS DPR RI menggelar acara Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, Selasa (28/12/2021).

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Evaluasi Akhir Tahun Fraksi PKS DPR RI: Jaga Demokrasi Dari Praktik Oligarki dan Sentralisasi
Istimewa
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam acara Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, Selasa (28/12/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI menggelar acara Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, Selasa (28/12/2021).

Acara dibuka Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dan Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi memberikan arahan.

Narasumber dalam acara tersebut di antaranya Wakil Ketua Fraksi Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam dan Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Sukamta.

Hadir juga dua orang narasumber eksternal Ketua PP Muhammadiyah/Waketum MUI Anwar Abbas dan Ekonom Faisal Basri.

Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan evaluasi akhir tahun pemerintahan Jokowi ini adalah bentuk cinta dan sayangnya PKS pada bangsa dan negara Indonesia.

PKS konsisten memilih sebagai oposisi untuk pembelajaran politik bagi bangsa sekaligus menjaga demokrasi agar check and balances di parlemen tetap berjalan.

Baca juga: Presiden PKS Yakin KH Miftachul Akhyar dan Gus Yahya Akan Sukses Pimpin NU 

"Kami ingin memastikan kebijakan pemerintah berpihak pada rakyat, mendengarkan suara rakyat, dan menjamin sistem demokrasi berjalan dengan baik dan tidak dirusak praktik oligarki dan sentralisasi kekuasaan. Oposisi kami kritis dan konstruktif. Jika baik kita apresiasi dan dukung. Jika salah kita koreksi. Jumlah anggota PKS hanya 50 dari 575 anggota DPR tapi kami tak goyah membela rakyat," kata Jazuli.

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi I Dapil Banten ini mengatakan, sejumlah RUU yang diusulkan pemerintah mendapat kritik tajam bahkan penolakan tegas dari PKS karena secara umum merugikan rakyat, tidak mendorong kemandirian nasional, dan bercorak liberalisasi ekonomi.

Undang-undang tersebut cenderung menguntungkan kepentingan oligarki pemilik kapital, melemahkan otonomi daerah/resentralisasi, dan prosesnya tidak partisipatif sehingga memperburuk kondisi demokrasi. UU tersebut antara lain Perppu 1/2020, UU Ciptaker, UU HPP, UU HKPD, UU Minerba, RUU IKN, dan lain-lain.

Baca juga: Pesan Sekjen Aboe Bakar untuk Fraksi PKS DPR: Tingkatkan Peran Oposisi Demi Demokrasi yang Sehat 

"Kami sejak awal menolak RUU Ciptaker karena secara umum memang bermasalah dan merugikan rakyat kecil, petani, buruh, dan nelayan. Belakangan UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Kami juga berpendapat RUU pemindahan ibukota negara (IKN) belum perlu dan bukanlah hal yang mendesak. Prioritas saat ini adalah mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi rakyat yang sedang terpuruk," ujarnya.

Fraksi PKS, lanjut Jazuli, menolak RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang tidak berlandaskan pada TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang menimbulkan pertanyaan tentang arah ideologi Pancasila.

Kemudian Perppu Nomor 1/2020 yang memberikan wewenang bagi eksekutif untuk mengalokasikan anggaran di masa pandemi tanpa persetujuan DPR hingga membuka celah abuse of power dan moral hazard.

Fraksi PKS juga banyak memberikan catatan atas RAPBN dan alokasinya agar lebih menyentuh sektor riil dan rakyat kecil.

Baca juga: Ketua Fraksi PKS DPR: Mohon Maaf Koalisi, Perpindahan Ibu Kota Negara Belum Penting

Jazuli Juwaini menegaskan Fraksi PKS harus menjadi garda terdepan dalam melakukan aksi-aksi yang membela kepentingan umat, rakyat, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kami ingin memastikan demokrasi semakin kuat dan berkualitas. Sebaliknya, tidak terseret pada pusaran oligarki dan sentralisasi yang set back terhadap capaian reformasi," katanya.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyoroti problematika mendasar bangsa Indonesia yaitu ketimpangan sosial ekonomi.

Wakil Ketua Umum MUI ini mengatakan solusi atas permasalahan tersebut adalah kebijakan afirmasi dari negara untuk melahirkan lebih banyak lagi wirausaha atau pebisnis dari kalangan rakyat.

"Pemerintah dapat bekerja sama dengan rakyat untuk melahirkan lebih banyak lagi pengusaha atau pebisnis dengan memberikan pelajaran tentang kewirausahaan dengan tetap berlandaskan nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai sistem terbaik diantara sistem ekonomi dunia," ungkapnya.

Ekonom Faisal Basri mengonfirmasi praktek oligarki, sentralisasi, dan pelemahan demokrasi di Indonesia yang semakin kuat pada dua periode pemerintahan Jokowi.

Praktik ini terjadi melalui pelemahan institusi baik institusi politik maupan ekonomi. Di bidang politik ada upaya pelemahan KPK, wacana amandemen UUD, perpanjangan masa jabatan presiden, dan presidential threshold yang tetap dipertahankan.

Di bidang ekonomi, praktek oligarki bahkan dilegitimasi melalui UU Ciptaker dan turunannya. Faisal Basri menilai pemerintah tidak sungguh-sungguh bahkan abai terhadap amanat konstitusi Pasal 33. Praktek oligarki merusak semuanya.

"Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama termasuk PKS untuk mengoreksi," kata Faisal Basri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas