Istri Bupati Nonaktif Banjarnegara Menolak Diperiksa KPK Sebagai Saksi untuk Suami, Ini Alasannya
Istri Bupati Nonaktif Banjarnegara menolak diperiksa sebagai saksi oleh KPK dengan alasan memiliki hubungan keluarga.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan empat saksi untuk mengusut kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi, pada Selasa (28/12/2021) kemarin.
Salah satu yang dipanggil tim penyidik KPK yaitu istri Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS), Marwiyah.
Dia diperiksa untuk melengkapi berkas perkara suaminya yang telah berstatus tersangka dalam kasus ini.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Marwiyah enggan memberikan kesaksian kepada tim penyidik.
Alasannya karena Marwiyah merasa memiliki hubungan kekeluargan inti dengan tersangka Budhi Sarwono.
"Marwiyah (IRT), memenuhi panggilan tim penyidik dan yang bersangkutan menyampaikan penolakan untuk menjadi saksi karena memiliki hubungan kekeluargan inti dengan tersangka BS," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (29/12/2021).
Baca juga: KPK Usut Dugaan Korupsi PEN Daerah dari Pengembangan OTT di Kabupaten Kolaka Timur
Sementara dari tiga saksi lainnya, KPK menelusuri aliran uang yang diterima Budhi Sarwono.
Uang itu berasal dari para kontraktor.
"Subur Wiyono (Swasta), Eman Setyawan (Swasta) dan Indra Novento (Swasta), ketiga saksi hadir dan didalami pengetahuaannya antara lain terkait dugaan aliran uang yang diterima oleh tersangka BS dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab Banjarnegara," ujar Ali.
KPK menjerat Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Nonaktif Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Tersangka TPPU
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut bahwa pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses dari Budhi saat mengikuti proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (rakor).
Rakor tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Baca juga: KPK dan TNI AL Sepakat Kerja Sama Rutan Puspomal Bisa Dihuni Tahanan Korupsi
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.