Pengelolaan Keuangan di DPR Dinilai Tak Transparan, Pengamat Minta PP Nomor 61 Tahun 1990 Direvisi
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai tata kelola keuangan di DPR tak transaparan dan akuntabel kepada publik.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai tata kelola keuangan di DPR tak transaparan dan akuntabel kepada publik.
Satu di antaranya yaitu anggaran perjalanan dinas anggota DPR yang dinilainya sudah tak sesuai dengan semangat tata kelola keuangan negara.
Atas dasar itu, dia mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 1990 tentang Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPR RI.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk 'Catatan Akhir Tahun Fungsi Anggaran: Keterbukaan versus Ketertutupan', Kamis (30/12/2021).
"Termasuk mendorong revisi Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1990 tentang Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPR RI yang sudah tidak sesuai dengan semangat tata kelola keuangan negara," kata Roy.
Menurut Roy, transparansi anggaran DPR dinilai akan terus bermasalah jika PP nomor 61 Tahun 1990 tak direvisi.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun Formappi untuk DPR: Peran Banggar Bahas APBN Tak Kritis dan Signifikan
Selain itu, dia menilai BPK akan terus menemukan penggunaan anggaran reses anggota tanpa pertanggungjawaban.
Sebab, DPR akan menggunakan PP tersebut sebagai landasan dalam menggunakan anggaran reses.
Sementara itu, pemerintah telah menerapkan regulasi baru dalam hal penggunaan anggaran perjalanan dinas.
"Selama ini, sampai hari ini pun dan bahkan di tahun-tahun berikutnya, ketika PP ini tidak diubah, maka BPK terus akan menemukan hal yang sama, di mana anggaran reses itu tidak ada pertanggungjawabannya," ucapnya.
Baca juga: Tinjau Lokasi Sirkuit Formula E, Komisi B DPRD DKI: Penyelenggaraan Sudah Cukup Transparan
"Karena DPR itu menggunakan PP ini, sementara pemerintah menggunakan regulasi baru untuk anggaran-anggaran yang sifatnya perjalanan itu secara real cost, tidak secara long term. Nah, ini akan menjadi problem terus ya di DPR jika itu tidak diubah," imbuhnya.
Di sisi lain, Roy menilai DPR harus lebih terbuka dalam setiap pembahasan APBN bersama pemerintah.
Hal itu agar masyarakat bisa memberikan masukan dalam keputusan dan kebijakan APBN.
"Ini saya kira penting sehingga masyarakat bisa memeberikan masukan terhadap keputusan atau kebijakan DPR," katanya.