Tanggapi Pernyataan Presiden Jokowi, Fraksi PKS: Sampai Sekarang Kami Masih Menolak RUU TPKS
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak agar Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak agar Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan.
Menanggapi pernyataan Jokowi itu, Fraksi PKS DPR RI masih bersikap menolak RUU TPKS, sebagaimana saat pengambilan keputusan Tingkat I di Badan Legislasi (Baleg) DPR beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, saat ini RUU TPKS masih menunggu pengesahan menjadi RUU inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna.
"Sekarang kami posisinya (masih) menolak," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto, kepada wartawan, Rabu (5/1/2022).
Mulyanto memaparkan alasan Fraksi PKS DPR RI menolak RUU TPKS saat pengambilan keputusan Tingkat I.
Fraksi PKS, kata Mulyanto, mengusulkan pasal-pasal yang terkait dengan penyimpangan seksual dan perzinahan.
Namun, usulan PKS itu tidak diakomodir dalam pembahasan Panja RUU TPKS.
Baca juga: Deputi V KSP: Urgensi Pengesahan RUU TPKS Tak Perlu Diperdebatkan Lagi
"Dua masukan PKS belum diterima. Jadi kami kalau belum diterima, RUU TPKS belum bisa kami terima," ujar Mulyanto.
Lebih lanjut, Mulyanto memastikan RUU TPKS ini merupakan landasan untuk mengatur dan memberi sanksi kepada para pelaku kejahatan seksual.
Namun, menurutnya akan lebih baik jika pengaturan tentang penyimpangan seksual dan perzinahan dimasukan dalam RUU tersebut.
Atas dasar itu, Mulyanto memastikan PKS akan kembali mengusulkan dua hal itu saat pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Segera Paripurnakan RUU TPKS
"Kami menilai isinya itu tidak menentang, isinya semua itu sudah bagus, memberikan hukuman atau sanksi yang keras bagi pelaku kekerasan seksual. Namun kami ingin memasukan dua hal terkait perzinahan dan penyimpangan seksual," ucapnya.
"Sekalian saja ini kan belum diatur dalam KUHP, kalau ini ada lengkap jadinya," pungkasnya.