2 Eks Direksi PT Asabri Divonis 15 Tahun Penjara, Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Dua Eks Direksi PT Asabri divonis 15 tahun penjara, mereka dinyatakan terbukti bersama-sama korupsi yang rugikan negara Rp 22,788 triliun.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode Juli 2014-Agustus 2019, Hari Setianto dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri 2012-Juni 2014, Bachtiar Effendi hukuman 15 tahun penjara.
Keduanya dinyatakan terbukti bersama-sama melakukan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri yang merugikan keuangan negara senilai Rp 22,788 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Bachtiar Effendi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp 750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/1) malam.
Baca juga: Ferdinand Hutahaean Segera Diperiksa Polisi Terkait Kasus Hoaks dan Ujaran SARA
Baca juga: 2 Eks Direksi PT Asabri Hari Setianto dan Bachtiar Effendi Divonis 15 Tahun Penjara
Vonis terhadap Bachtiar Effendi lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung).
JPU sebelumnya meminta agar Bachtiar divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bachtiar Effendi juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 453,783 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun penjara
"Mengadili, menyatakan terdakwa Hari Setianto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun ditambah denda Rp750 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," ujar hakim.
Baca juga: KNPI Tutup Pintu Berdamai dengan Ferdinand Hutahaean
Baca juga: Profil Sonny Widjaja dan Adam Rachmat, 2 Jenderal Purnawirawan Divonis 20 Tahun Penjara Kasus Asabri
Vonis terhadap Hari Setianto juga lebih berat dibanding tuntutan JPU yang menuntut agar Hari Setianto dituntut 14 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hari Setianto diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp378,873 juta dengan memperhitungkan barang bukti dan dokumen yang disita, dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana 4 tahun.
Keduanya menurut majelis hakim yang terdiri dari Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhatorm, dan Mulyono Dwi Purwanto terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Masih Potensi
Saat sidang, ada seorang hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu Hakim Anggota 5 Mulyono Dwi Purwanto.
"Metode audit yang digunakan untuk menghitung perhitungan kerugian negara adalah 'total loss' dengan modifikasi yaitu menghitung selisih uang yang dikeluarkan PT Asabri untuk pembelian instrumen investasi yang tidak sesuai aturan hukum dikurangi dengan dana yang kembali dari investasi per 31 Desember 2019. Sedangkan menurut standar akuntansi per tanggal tertentu, posisi laba atau rugi adalah 'unrealize' karena belum terjadi atau rill terjual berdasarkan harga perolehan sehingga masih potensi," ujar Hakim Mulyono.
Artinya hakim Mulyono menilai kerugian negara senilai Rp22,788 triliun berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih berupa potensi dan bukan kerugian negara riil.
Ada empat terdakwa dalam perkara Asabri yang belum dijatuhi vonis.
Dua terdakwa yaitu Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo dan Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi akan menjalani sidang pembacaaan vonis pada Rabu (5/1).
"Terdakwa Lukman Purnomosidi dan Jimmy Sutopo, untuk perkara saudara berdua, majelis hakim belum siap dengan putusan, maka pembacaan putusan kami agendakan kembali, kami tunda besok pagi. Sidang perkara saudara dinyatakan ditunda untuk besok pagi hari Rabu, 5 Januari 2022 pukul 09.00 WIB," ucap Hakim Eko.
Sementara dua terdakwa lain dalam perkara ini, yaitu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat yang dituntut hukuman mati dan uang pengganti Rp12,434 triliun.
Sedangkan Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro masih menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Baca juga: Wakil Jaksa Agung hingga JAM Pidsus Baru Segera Dilantik Pekan Depan, Ini Daftar Namanya
Dalam perkara ini, PT Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta Asabri setiap bulannya yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.
Namun para terdakwa melakukan investasi saham, reksadana, Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah dan investasi lainnya yang berisiko tinggi antara lain saham LCGP (PT Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
Kerjasama melalui produk reksadana di antaranya untuk memindahkan saham-saham PT Asabri yang memiliki kinerja tidak baik dan mengalami penurunan harga, sehingga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp22,788 triliun. (ilham/tribunnetwork/cep)