Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rencana Amandemen UUD 1945, Masyarakat Sipil Minta Dilibatkan

Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) meminta masyarakat dilibatkan dalam rencana amandemen ke-5 konstitusi oleh MPR RI.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Rencana Amandemen UUD 1945, Masyarakat Sipil Minta Dilibatkan
ISTIMEWA
Yudi Syamhudi Suyuti 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) meminta masyarakat dilibatkan dalam rencana amandemen ke-5 konstitusi oleh MPR RI.

Rencananya, MPR RI akan mengamandemen ke-5 Undang-Undang Dasar 1945 pada 2022.  

Koordinator Eksekutif JAKI, Yudi Syamhudi Suyuti mengatakan masyarakat harus dilibatkan agar suara rakyat mendapatkan saluran dalam sebuah badan formal untuk ditetapkan melalui ketetapan MPR.

"Kami dari perwakilan kelompok masyarakat sipil, mengusulkan ditetapkan Badan Partisipasi Warga sebagai badan tetap yang berada di MPR atau paling tidak menjadi Ketetapan MPR atau TAP MPR," kata Yudi, dalam keterangannya, pada Selasa (11/1/2022).

Menurut dia, usulan itu merupakan bentuk kekuatan rakyat yang diformalkan secara legal dalam struktur negara.

Hal ini tidak terlepas dari lahirnya kekuatan ke-5 demokrasi, yaitu kekuatan rakyat setelah empat kekuatan pilar demokrasi sebelumnya yang terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan media massa.

BERITA REKOMENDASI

Menurut dia, keempat kekuatan demokrasi tersebut, menurutnya telah memiliki saluran lembaga formal, termasuk pers melalui Dewan Pers.

"Ketika kita berbicara tentang konstitusi, tentu tidak terlepas dari kata dasarnya, yaitu konstituen atau rakyat," ujarnya.

Sehingga, kata dia, ketika konstitusi menjadi aturan-aturan formal tertinggi dalam hukum tata negara, konstitusi tidak terlepas dari hasil kesepakatan rakyat itu sendiri.

Baca juga: DPD RI Gelar Diskusi Nasional “Urgensi Amandemen UUD 1945 Dalam Rangka Menuju Indonesia Maju”

Amandemen konstitusi, kata Yudi telah diatur pada Pasal 37 UUD 45 hasil amandemen dan Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI di Pasal 101 sampai dengan Pasal 109.

Di dalam Pasal 37 UUD 1945 secara umum membahas tentang perubahan UUD.


Dalam pasal tersebut, UUD dapat diubah jika sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR.

Sedangkan di dalam Peraturan MPR RI Nomor 1, usulan perubahan konstitusi harus diusulkan setidaknya 1/3 dari keseluruhan anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD.

"Lalu posisi rakyat berada dimana? Apa berarti rakyat sepenuhnya menyerahkan kepada MPR untuk melakukan amandemen ke-5 konstitusi tersebut?" ujarnya.

Baca juga: Kejaksaan Agung Dukung Amandemen Konstitusi ke-5

Tentu, dia melanjutkan, akan menjadi preseden buruk jika perubahan konstitusi tidak melibatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan rakyat di Negara Republik Indonesia.

Karena harus diakui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia kurang percaya terhadap lembaga parlemen.
Dan keterlibatan rakyat ini justru akan mendorong kepercayaan kembali pada lembaga parlemen, jika rakyat dilibatkan dalam proses amandemen konstitusi.

"Tentu kami dari kelompok masyarakat sipil selalu bertindak atas dasar konstitusi dan hukum yang berlaku, sehingga tindakan ekstra yudisial bukan pilihan jalan yang akan kami lalui dalam mengikuti proses perubahan konstitusi," tandasnya.

Yudi, mengatakan pintu masuk untuk keterlibatan masyarakat sipil yang merupakan wakil sosial atau inisiatif warga negara ini terhubung ke MPR melalui Pasal 3 UUD 45 ayat 1, yang menyebut (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

Sedangkan dalam UUD yang telah diamandemen menyebutkan dalam Pasal 1 ayat 2, “Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD.”

Dalam konstitusi aslinya, Pasal 1 ayat 2 UUD 45 menyebut, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

"Dari kedudukan politik rakyat ini, keterlibatan rakyat warga negara untuk terlibat dalam amandemen konstitusi ini tentu salurannya adalah melalui MPR. Dimana hak MPR dalam merubah UUD telah dinyatakan dalam Pasal 3 UUD," katanya.

Sedangkan, hak rakyat untuk ikut terlibat dalam proses perubahan konstitusional ini juga telah disebut dalam UUD Pasal 28 C Ayat 2, yang menyebut hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Baca juga: Pengamat: Pimpinan MPR Harus Bisa Yakinkan Publik Amandemen UUD 1945 Bebas Dari Penumpang Gelap

"Persoalannya, jika keterlibatan rakyat warga diabaikan, tentu akan menimbulkan kecurigaan bahwa ada kepentingan segelintir kelompok atau orang yang ingin menguasai negara melalui penguasaan konstitusi," ujarnya.

Untuk itu, menurut dia, hal ini harus dicegah. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya MPR mau melibatkan rakyat warga untuk terlibat sebagai bentuk partisipasi langsung demokrasi.

Rencana amandemen ke-5 konstitusi ini, menurutnya memiliki dua pintu perubahan, yaitu perubahan secara terbatas atau perubahan secara menyeluruh.

Keduanya ini merupakan pintu yang konstitusional, jika rakyat dilibatkan dalam proses perubahan mendasar ini.

"Tuntutan kami dari perwakilan masyarakat sipil adalah ditetapkannya Badan Partisipasi Warga sebagai saluran langsung suara rakyat warga melalui TAP MPR sesuai UUD," kata dia.  

Sehingga, dia melanjutkan, rakyat bisa secara langsung ikut terlibat dalam keputusan-keputusan negara, dan mampu memberikan sanksi serta resolusi yang nanti diatur melalui mekanisme yang disepakati bersama.
Sehingga suara rakyat warga tidak akan yang tertinggal dimanapun berada dari Sabang sampai Merauke.

Badan Partisipasi Warga ini akan menjadi kekuatan rakyat sebagai kekuatan ke-5 demokrasi.

Dan kekuatan ke-5 demokrasi ditandai dengan menguatnya media sosial sebagai saluran informal rakyat warga langsung.

Tentu dengan adanya Badan Partisipasi Warga, kata Yudi saluran suara rakyat warga memiliki tempatnya.

Caranya adalah ketika kelompok masyarakat sipil atau individu mampu mengumpulkan suara sebanyak yang ditentukan, semisal 100 ribu atau 500 ribu suara atau 1 juta suara.
Maka hasil suara tersebut akan menjadi keputusan rakyat warga yang harus dijalankan pemerintah atau kelompok bisnis.

"Untuk sekedar mengingat perjuangan ini, sebenarnya saya pada 24 Februari 2018 sempat mengajukan kerangka dasar RUU Rakyat ke DPR. Namun saat itu tidak ada tanggapan sama sekali," beber Yudi.

"Kali ini kami dari JAKI dan Indonesia Club juga akan mengajak kelompok masyarakat sipil, organisasi pergerakan dan kelompok-kelompok lain untuk bisa mendorong Badan Partisipasi Warga ini sebagai salah satu agenda amandemen konstitusi," lanjutnya.

Baca juga: La Nyalla: Amandemen Konstitusi Harus Beri Ruang Penguatan Peran DPD

Keterlibatan rakyat dalam amandemen konstitusi ini, juga merupakan momentum untuk membangun rekonsiliasi nasional secara menyeluruh.

Sehingga ketika rakyat dan negara kuat, maka akan terbentuk internal struktural power yang solid.

Dan negara akan memiliki eksternal positioning power dalam relasi globalnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas