Wakil Ketua Fraksi PKS Sebut BLU Batubara Bukan Solusi
Rencana Pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) batu bara secara tidak langsung menyalahi amanat UU No. 3 tahun 2020 tentang Minerba
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) batu bara secara tidak langsung menyalahi amanat UU No. 3 tahun 2020 tentang Minerba.
Sebab paradigma UU Minerba itu mengutamakan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.
Sementara paradigma BLU memandang batu bara sebagai komoditas yang diperdagangkan secara bebas, termasuk ke luar negeri.
Dan apabila perusahaan negara membutuhkannya, maka harus membeli dengan harga pasar.
Baca juga: Pengamat: Skema BLU Tidak Selesaikan Masalah, PLN Bisa Alami Krisis Batubara
Hal itu disampaikan Wakil Ketua FPKS DPR RI H. Mulyanto usai Rapat Panja dengan Kementerian ESDM dan Dirut PLN di Senayan, Jakarta.
"Karena itu wacana pembentukan BLU ini tidak tepat. Ini tidak sesuai dengan paradigma UU Minerba dan upaya menjaga kedaulatan energi nasional," kata Mulyanto, Rabu (19/1/2022).
Mulyanto berpendapat daripada Pemerintah membentuk BLU lebih baik mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan DMO yang ada sekarang, baik dalam bentuk memperketat sistem pengawasan, maupun mempertegas pemberian sanksi kepada pengusaha batu bara yang membandel.
"Sesuai UU Minerba No. 3/2020 pasal 5, kita harus mengutamakan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Karenanya perlu alokasi khusus baik dari aspek tonase maupun harga secara mandatori dalam rangka menjamin kebutuhan dalam negeri tersebut, khususnya listrik," ucap Mulyanto.
Baca juga: Akan Dibentuk BLU, PLN Harus Beli Batubara Mengikuti Pergerakan Harga di Pasar
"Konsep DMO sudah tepat, sehingga DPR termasuk PKS menolak konsep BLU. Yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengawasan dan sanksi bagi pengusaha tambang yang membandel," jelasnya.
Di sisi lain, kata Mulyanto, PLN perlu kontrak jangka panjang dan membeli langsung dari produsen. Tidak melalui trader.
Selain itu Pemerintah perlu mengaudit PLN Batu Bara kalau memang akan dibubarkan. Agar diketahui masalah dan kendala yang dihadapi selama ini.
"Fraksi PKS berpendapat Kebijakan DMO yang ada sekarang ini masih sangat untuk menjamin alokasi dan harga batubara untuk kebutuhan ketahanan energi nasional," kata Mulyanto.
Seperti diketahui kebijakan DMO ini tercantum dalam UU Minerba No. 3 Tahun 2020, di pasal 5 ayat 1 & 2 yang berbunyi:
(1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan kebijakan nasional
pengutamaan Mineral dan/atau Batubara untuk kepentingan dalam negeri.
(2) Untuk melaksanakan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi, Penjualan, dan harga Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batubara.
"Kebijakan DMO yang ada saat ini sudah sesuai dengan konstitusi dan UU, tinggal diperbaiki implementasinya saja dan dievaluasi secara berkala. Pemerintah harus bekerja keras untuk melaksanakan amanat kebijakan DMO ini," tandas Mulyanto.