Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Tata Negara Soroti Kurangnya Partisipasi Publik dalam Proses Legilsasi UU IKN

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam proses legislasi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pakar Hukum Tata Negara Soroti Kurangnya Partisipasi Publik dalam Proses Legilsasi UU IKN
Foto: Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meninjau langsung sodetan akses jalan menuju rencana ibu kota negara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur. Sodetan akses tersebut berlokasi di Jalan Tol Balikpapan-Samarinda KM 14 yang dilewati Presiden dalam perjalanan dari Kota Samarinda ke Kota Balikpapan pada Selasa, (24/8/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyoroti kurangnya partisipasi publik dalam proses legislasi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Bivitri mengatakan partisipasi publik merupakan satu di antara asas yang dipenuhi dalam pelaksanaan UU 12/2011 atau UU 15/2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Bahkan, kata dia, dalam UU 12/2011 ada pasal yang mensyaratkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, kata dia, partisipasi masyarakat dalam konteks tersebut bahkan sudah diterjemahkan lebih jauh oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional secara formil.

Baca juga: Jangan Diintervensi, Pimpinan Komisi II DPR Yakin Presiden Punya Pertimbangan Pilih Pemimpin IKN

Menurutnya, dalam putusan tersebut MK menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU bukan hanya sembarang partisipasi melainkan harus partisipasi yang bermakna.

Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Publik: "IKN: Mengapa Dipaksakan?" yang disiarkan di kanal Youtube Sahabat ICW pada Jumat (21/1/2022).

Berita Rekomendasi

"Jangan sampai kedatangan dan persetujuan ahli-ahli itu sudah dianggap sebagai partisipasi dan jangan sampai kuantitas diskusi di kampus itu dinamakan sebagai partisipasi. Bukan itu yang diinginkan oleh konstitusi kita. Paling tidak begitu kata MK dan saya mengamini itu. Partisipasi ini yang sangat kurang," kata Bivitri.

Terkait dengan diskusi di sejumlah kampus yang diklaim sebagai bentuk partisipasi publik, Bivitri mengungkapkan pengalaman koleganya yang merupakan seorang dosen di salah satu kampus.

Mengutip koleganya, Bivitri mengatakan dalam diskusi di kampus yang diklaim sebagai partisipasi publik tersebut peserta hanya ditampilkan mimpi.

Ketika ditanya lebih jauh oleh Bivitri apa yang dimaksud dengan mimpi tersebut, koleganya mengatakan bahwa yang disampaikan dalam diskusi tersebut hanya gambar-gambar indah tentang IKN.

"Itu yang ditampilkan, maket keindahan IKN nantinya dengan gedung yang besar-besar, yang sebenarnya juga sudah dikritik secara ekologis dan planologis banyak kritiknya. Tapi itu ditampilkan dalam maket kan bagus. Dalam gambar di media sosialnya Pak Jokowi juga kita lihat bagus juga. Yang ditampilkan adalah mimpi-mimpi seperti itu," kata dia.

Padahal, kata dia, dalam partisipasi yang lebih bermakna bukan hal tersebut yang seharusnya ditampilkan.

"Padahal kalau dalam partisipasi yang lebih bermakna yang harusnya ditampilkan itu tidak hanya mimpi itu. Tapi how to get there. Gimana tahapnya. Dan dampak apa yang mungkin terjadi," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas