Pilpres 2024, Golkar Dinilai Berpeluang Usung Duet Anies-Airlangga
Golkar terancam kembali disandera konflik internal sehingga dukungannya terpecah pada pilpres apabila bersikukuh memasang Airlangga
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Usni Hasanudin menilai, kans Partai Golkar untuk mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sangat memungkinkan.
Pasalnya, elektabilitas Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto sampai sekarang belum menjanjikan.
"Sejak meninggalkan kultur konvensi, Golkar cenderung menjagokan nonkader sebagai capresnya. Ini kecuali pada 2009 lalu, yang bulat mengusung JK (Jusuf Kalla)," kata Usni Hasanudin kepada wartawan, Sabtu (22/1/2022).
Usni juga mengatakan, bahwa pada saat pencalonan Jusuf Kalla (JK) lalu bisa kita maklumi karena JK aktif menjadi Wapres dan berpeluang mengalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Lebih lanjut, kata Usni, Golkar memang kembali mencoba peruntungan mengusung ketua umumnya pada Pilpres 2014 dengan memajukan Aburizal Bakrie (Ical).
Baca juga: Pengamat Yakin Jika Mesin Partai Bergerak, Elektabilitas Airlangga Akan Meningkat
"Sayangnya, justru terjadi perpecahan. Selain karena faktor Jokowi yang berpasangan dengan JK, ini juga dipengaruhi elektabilitas Ical yang rendah sehingga tidak menjual," ucapnya.
Pada 2019, lanjutnya, Golkar kehilangan momentum lantaran Airlangga baru terpilih sebagai Ketua Umum.
Ia menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi pengadaan KTP-el.
"Nah, Golkar sekarang mencoba kembali mengulang pengalaman 2014, yang menjagokan Ketumnya sebagai capres. Tapi, ini berat karena elektabilitas Airlangga masih rendah. Seperti Ical, figur Airlangga juga tidak menjual," ungkapnya.
Usni pun mengingatkan, Golkar terancam kembali disandera konflik internal sehingga dukungannya terpecah pada pilpres apabila bersikukuh memasang Airlangga.
"Ini sangat mungkin terjadi karena shareholder di Golkar majemuk," ucapnya.
Ia pun menyebut, Anies dapat menjadi alternatif bagi Golkar dan tetap mengakomodasi kepentingan partai sekalipun bukan kader.
Alasannya, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sampai sekarang belum resmi menjadi anggota partai mana pun.