Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota DPR Deddy Sitorus: Pernyataan Eddy Mulyadi Soal Ibu Kota Negara Itu Menyakitkan

Menurut Deddy, apa yang disampaikan oleh Edy Mulyadi itu sangat menghina, menyakitkan, merendahkan dan tidak dapat dibenarkan dari sisi manapun.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Anggota DPR Deddy Sitorus: Pernyataan Eddy Mulyadi Soal Ibu Kota Negara Itu Menyakitkan
Tangkapan Layar dari kanal youtube Edy Mulyadi
Edy Mulyadi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara Deddy Yevri Sitorus mengutuk keras pernyataan Edy Mulyadi, eks caleg PKS terkait Kalimantan yang akan menjadi lokasi Ibu Kota Negara (IKN).

Menurut Deddy, apa yang disampaikan oleh Edy Mulyadi itu sangat menghina, menyakitkan, merendahkan dan tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum, sosial maupun agama.

“Masalah ini berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan telah menimbulkan luka yang dalam bagi seluruh etnik dan warga yang berdiam di Pulau Kalimantan. Oleh karena itu, permintaan maaf saja tidak cukup, tetapi harus dibawa ke ranah hukum,” kata Deddy melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Baca juga: Sekjen MADN: Pernyataan Edy Mulyadi Sudah Melecehkan Masyarakat Kalimantan, Segera Proses Hukum 

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar Kepolisian RI segera melakukan upaya hukum dan tidak harus menunggu laporan dari masyarakat.

Menurut Deddy, patut diduga ucapan-ucapan yang menghina dan merendahkan martabat oleh Edy Mulyadi dan rekannya dilakukan dengan sengaja dan dengan kesadaran penuh.

Dirinya yakin bahwa tujuan sebenarnya dari ucapan jahat dan provokatif itu memang dirancang untuk merendahkan pemerintah atas keputusan memindahkan Ibu Kota Negara.

Untuk mencapai tujuan itu, mereka memilih cara menginjak-injak dan melecehkan kehormatan serta martabat Kalimantan sebagai suatu kesatuan wilayah hidup manusia yang beradab-berbudaya dan memiliki sejarah yang panjang, terang Deddy.

Berita Rekomendasi

“Karena itulah mereka memilih kata-kata yang melecehkan seperti 'tempat jin buang anak, kuntilanak dan genderuwo dan monyet'. Hal itu untuk memperkuat argumen ketidaksetujuan mereka tentang pemindahan Ibu Kota Negara, jadi jelas bahwa memang mereka memilih kata-kata penghinaan itu dengan sengaja," ucap Deddy.

Baca juga: DPD Gerindra Jatim Laporkan Edy Mulyadi ke Polda Jatim

“Eddy Mulyadi itu kampungan dan norak menurut saya. Dia apa tidak tahu kalau jutaan orang datang dari Pulau Jawa dan dari seluruh penjuru Indonesia untuk mencari hidup di Kalimantan? Apa dia tidak tahu bahwa listrik, LPG dan BBM yang dia nikmati itu sebagian besar datang dari Kalimantan yang kaya dengan batu bara, gas dan minyak bumi?”

Sebagai gambaran, produksi minyak dari Kalimantan Timur saja 20.829 ribu barel di tahun 2019 dan menjadi 14.381 ribu barel di 2020.

Sementara produksi gas bumi 240 .828 ribu mmbtu di 2019, dan 156.294 ribu mmbtu di 2020. SKK Migas di 2020 menyebut produksi migas dari Kalimantan dan Sulawesi menyumbang 12 persen produksi nasional.

“Apa dia tidak tahu bahwa Kalimantan menyumbang pendapatan negara yang sangat besar dari berbagai komoditas dan bahan baku industri? Apakah Eddy Mulyadi cs tidak tahu bahwa Kalimantan itu adalah paru-paru dunia yang sangat penting secara global? Kalau sampai gak tahu, ya kebangetan,” kata Deddy.

Untuk diketahui, luas hutan Kalimantan adalah 40,8 juta hektar sehingga kerap disebut sebagai salah-satu paru-paru dunia.

Keberadaannya dinilai sangat strategis di tengah isu climate change saat ini.

Deddy mengaku heran kenapa ada orang yang mau mendengar kata-kata orang seperti Edy Mulyadi.

Secara terus terang, Deddy berharap agar kasus ini dibuat terang benderang di muka hukum, tidak boleh dibiarkan begitu saja.

“Orang-orang seperti Eddy Mulyadi cs harus menerima ganjaran dari arogansi dan sikap jumawa yang luar biasa, seolah-olah mereka berada di atas hukum dan orang lain. Demokrasi itu ada batasnya, sikap kritis pun ada rambu-rambunya. Kita tidak boleh membiarkan anarki dan provokasi terus menerus mengisi ruang publik kita,” pungkas Deddy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas