Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Sidang Terorisme Munarman, Kuasa Hukum Cecar Saksi Sebut Baiat Bisa Gunakan Sosmed

B juga mengatakan bahwa dalam kerangka daulah islamiyah, baiat bisa lewat platform media sosial.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Di Sidang Terorisme Munarman, Kuasa Hukum Cecar Saksi Sebut Baiat Bisa Gunakan Sosmed
Tangkap layar YouTube Kompas TV
Eks Sekretaris Bantuan Hukum FPI, Aziz Yanuar, buka suara soal dugaan Sekretaris FPI, Munarman, terlibat baiat ISIS. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Munarman berdebat dengan saksi berinisial B. Perdebatan itu terjadi dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (26/1/2022).

Perdebatan terkait tata cara pembaiatan. 

Sebagai informasi, B merupakan panitia dalam acara pembaiatan berkedok tablig akbar di Makassar, Sulawesi Selatan pada 2015 silam.

Sebelumnya, B juga hadir sebagai peserta baiat di markas Front Pembela Islam (FPI) Makassar yang turut dihadiri Munarman.

Dalam persidangan, kuasa hukum Munarman, Azis Yanuar bertanya apa ukuran saksi bisa menyebut seseorang berbaiat.

"Kalau baiat itu ukurannya, dia ikut baiat itu berdiri, duduk jadi ukuran tidak?" tanya Aziz.

"Tidak," jawab B.

Berita Rekomendasi

Saksi B kemudian menerangkan bahwa ada beberapa ukuran dalam sebuah kegiatan baiat. Antara lain, menggunakan lafaz, menaikkan tangan, hingga bersalaman.

Baca juga: Saksi Sebut Isi Ceramah Munarman Singgung Pentingnya Daulah Hingga Bicara Visi Misi FPI

"Yang jadi ukuran adalah baiat itu termasuk di dalamnya menggunakan lafaz, melafazkan, yang kedua mengacungkan tangan, yang ketiga bersalaman," terang B.

B juga mengatakan bahwa dalam kerangka daulah islamiyah, baiat bisa lewat platform media sosial.

Misalnya, peserta membaca lafaz lewat media sosial.

Selain itu, baiat juga bisa dituntun seorang ustaz, serta membentuk lingkaran seraya memegang tangan satu sama lain.

"Jadi baiat kalau di daulah islamiyah bisa melalui media sosial, mislanya kalau di HP, kita mengikuti apa yang dilafadzkan di media sosial, kita sudah sah menjadi pendukung daulah, walau di media sosial," ungkapnya.

"Kedua, bisa dituntun oleh seorang ustaz, itu sah juga. Ketiga, masing-masing melingkar kemudian memegang tangan, nah itu baiat juga. Keempat, dengan mengacungkan tangan dipimpin oleh seorang ustaz  itu sah juga," sambung B.

Aziz lalu bertanya dari mana acuan ketentuan baiat yang sah tersebut.

"Aturannya dari mana itu tadi?," tanya Aziz.

B pun menjelaskan bahwa ketentuan itu bersumber dari kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

"Jadi, ketika kami mempelajari tentang bagaimana kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq kami membaca dalam sejarah bahwa sahabat-sahabat nabi itu salaman dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq," kata B.

Aziz pun mengkritisi pernyataan B.

"Waktu jaman Abu Bakar Ash- Shiddiq sudah ada HP, atau medsos?," tanya Aziz.

'Belum ada," jawab B.

"Nah itu kok tadi disebutkan contohnya  waktu Abu Bakar?," tanya Aziz lagi.

"Jadi ada film namanya Umar bin Khattab, di situ kami melihat dan mencocokkan dengan buku yang ditulis okeh Haikal tentang kearifan," pungkas B.

Dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.

Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas.

Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.

Baca juga: Kepala BNPT Sebut Penetapan Tersangka Terorisme terhadap Munarman Tak Berkaitan dengan FPI

Atas perbuatannya, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas