Pengakuan Hana, Istri dari Pria yang Dipenjara di Rumah Bupati Langkat, Bantah Suaminya Kerja Paksa
Polisi masih mendalami apakah benar orang-orang yang berada di sana diperbudak oleh Terbit Rencana.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LANGKAT - Muncul penjelasan berbeda mengenai kerangkeng manusia mirip penjara yang ada di rumah dinas Bupati non-aktif Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin.
Jika selama ini kerangkeng itu disebut begitu menyeramkan dan pekerja di dalamnya mengalami kerja paksa, kekerasan hingga kurang gizi namun keterangan berbeda dibeberkan Hana.
Untuk diketahui, Hana adalah istri salah satu penghuni tempat rehabilitasi di rumah Bupati Langkat nonaktif itu.
Dia buka suara terkait isu perbudakan yang mencuat ke publik.
Diketahui, pasca ditemukannya ruangan mirip sel tahanan di kediaman Terbit Rencana Peranginangin itu, muncul isu mengenai kerja paksa.
Baca juga: Respons Gubernur Sumut Edy Rahmayadi soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Terkait hal itu, Hana mengaku kaget dengan pemberitaan baik di media mainstream maupun media sosial terkait beredarnya informasi soal perbudakan di panti rehabilitasi yang ada di rumah Terbit Rencana.
Menurutnya, informasi dari media yang memberitakan mengenai adanya aktivitas kerja paksa atau perbudakan, tidak ada sama sekali di sana.
“(Kerja paksa) itu benar-benar tidak ada karena saya satu kampung dengan Bapak Bupati. Tidak ada sama sekali kerja paksa,” kata Hana kepada jurnalis Kompas.TV pada Rabu (26/1/2022).
Kemudian, kata Hana, terkait asupan makan untuk penghuni panti rehabilitasi yang disebut hanya diberikan dua kali dalam sehari itu, juga tidak benar.
“Yang diberitakan media seperti makan dua kali sehari itu benar-benar tidak ada. Menurut saya, makanan yang diberikan kepada penghuni panti rehabilitasi sangat layak,” ujarnya.
Hana menuturkan justru lebih enak makanan warga binaan di sana daripada makanan di rumah.
Di sana, kata dia, ada menu makanan yang disediakan setiap harinya.
“Gizi mereka benar-benar diperhatikan,” tutur Hana.
Hana mengatakan, tempat rehabilitasi yang dibuat Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin benar-benar sangat membantu bagi masyarakat, khususnya warga Desa Raja Tengah.
“Karena sekarang ini peredaran narkoba sangat marak di tengah-tengah masyarakat, khususnya di desa kami,” ucap Hana.
“Tetapi setelah ada panti rehabilitasi, banyak masyarakat yang menggunakan narkoba kemudian oleh orang tuanya diserahkan untuk dibina,” terangnya.
Lebih lanjut, Hana mengaku suaminya menjadi penghuni panti rehabilitasi di rumah Bupati Langkat sudah tiga bulan lamanya.
“Suami saya sendiri lagi ada di dalam. Suami saya kurang lebih jadi penghuni panti rehabilitasi selama tiga bulanan,” katanya.
Hana mengatakan, suaminya sebelumnya bekerja sebagai pedagang dan terlibat narkoba beberapa tahun lalu.
Selama dititipkan di panti rehabilitasi itu, Hana menyebutkan, dirinya masih bisa berkomunikasi dengan sang suami.
Bukan melalui ponsel, melainkan komunikasi itu berjalan ketika dirinya mengunjungi sang suami di panti rehabilitasi.
“Walaupun suami saya direhabilitasi, kami masih bisa komunikasi karena saya diperbolehkan berkunjung menjenguknya,” ujar Hana.
“Tapi karena sekarang situasinya pandemi begini, jadi tidak bisa berkunjung,” imbuhnya.
Ketika ditanya mengenai aktivitas penghuni panti rehabilitasi sehari-harinya, Hana mengaku kurang tahu karena dirinya sibuk bekerja.
“Tapi menurut saya, tidak ada di sana aktivitas perbudakan. Saya pun terkejut melihat pemberitaan di media sosial karena berita itu tidak benar,” ucapnya.
Lebih lanjut, Hana berharap panti rehabilitasi milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin tidak ditutup karena dianggap sangat membantu masyarakat.
“Tempat rehabilitasi itu harus tetap ada, supaya kalau ada masyarakat desa kami itu yang menggunakan narkoba bisa direhabilitasi di situ,” ujar Hana.
“Apalagi di sana tidak dipungut biaya apa pun. Sejarahnya juga banyak masyarakat yang sembuh setelah direhabilitasi,” pungkasnya.
Penjelasan Berbeda dari Migrant Care
Sebelumnya lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE, menerima laporan terkait temuan kerangkeng manusia di lahan belakang rumah Bupati non-aktif Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin.
Migrant CARE sudah melaporkan temuan tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (24/1/2022) kemarin.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, informasi terkait adanya kerangkeng manusia itu berawal dari laporan masyarakat bersamaan dengan Operasi Tangkap Tangan KPK terkait dugaan kasus korupsi terhadap Terbit beberapa hari lalu.
Baca juga: Penemuan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Edy Rahmayadi: Untuk Apa?
"Berdasarkan laporan yang diterima Migrant CARE di lahan belakang rumah Bupati tersebut ditemukan ada kerangkeng manusia yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya mengalami eksploitasi yang diduga kuat merupakan praktik perbudakan modern," ujar Anis.
Ia menyebut ada 40 orang yang diduga telah menjadi korban praktik perbudakan modern dan penyiksaan di rumah Bupati nonaktif Langkat yang kini menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat.
Jumlah tersebut didasarkan pada laporan sementara dari masyarakat Langkat. Para korban tersebut merupakan pekerja perkebunan sawit yang diduga dipekerjakan oleh Terbit.
"Laporan sementara ada 40 orang. Berapa lamanya nanti Komnas HAM yang akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Anis di kantor Komnas HAM RI Jakarta.
Berdasarkan foto yang ditunjukkan Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam, tampak seorang lelaki yang mengalami lebam di mata dan bagian wajah lainnya.
Ia mengatakan, saat ini belum melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian.
"Belum. Ini kita koordinasi pertama dengan Komnas HAM," kata Anis.
Anis mengatakan ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan di sana.
Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.
Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja.
Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut mereka tidak punya akses kemana-mana.
Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka. Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja. Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.
"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji, baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain," kata Anis.
Terpisah, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak menyebut saat ditemukan ada empat orang berada di dalam kerangkeng itu.
Salah satunya mengalami luka lebam.
"Kita kemarin mem-back-up kawan-kawan KPK melakukan penggeledahan. Kita mendatangi rumah pribadi Bupati Langkat. Ada tempat menyerupai kerangkeng berisi tiga, empat orang. Langsung kita dalami," kata Panca.
Baca juga: Selain Korupsi, Juga Ada Dugaan Praktik Perbudakan di Rumah Bupati Langkat, Begini Sikap Komnas HAM
Panca juga menjelaskan kerangkeng yang ditemukan di rumah Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Langkat itu digunakan sebagai tempat rehabilitasi para pecandu narkoba selama 10 tahun, namun tak memiliki izin.
"Dan ternyata dari hasil pendalaman kita memang itu adalah tempat rehabilitasi yang dibuat oleh yang bersangkutan secara pribadi dan sudah berlangsung selama 10 tahun. Untuk merehabilitasi korban narkoba. Kegiatan itu sudah berlangsung 10 tahun. Itu pribadi belum ada izinnya," jelas Panca.
Ia menyebut Terbit Rencana yang ditangkap KPK itu mempekerjakan orang-orang yang sudah sehat dari ketergantungan narkoba untuk bekerja di perkebunan sawit miliknya.
Soal sistem kerjanya, Panca mengaku tak tahu pasti.
"Selama masa rehabilitasi itu mereka setelah mulai baik akan dipekerjakan, ada yang ke pasar belanja digunakan seperti itu. Masalah digaji saya belum dapat, tapi itukan tempat rehabilitasi," ujarnya.
Polisi masih mendalami apakah benar orang-orang yang berada di sana diperbudak oleh Terbit Rencana.
"Itu masih terus berproses, anak-anak masih melakukan pemeriksaan. Tapi kemarin itu saya tanya, masalahnya apa kok bisa memar-memar itu? Saya tanya ke anggota di lapangan. Itu akibat dari karena, biasanya dia melawan dan baru masuk dua hari," jelasnya.
"Kita akan terus dalami. Saya lihat ada memar itu sedang kita periksa. Dan orangnya enggak sadar juga. Saat kita periksa itu, tes urine-nya positif," imbuh dia.(tribun network/git/alf/dod).
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com