KPK Hapus OTT untuk Jerat Koruptor, Diganti dengan Istilah Baru 'Tangkap Tangan'
KPK kini tidak lagi menggunakan istilah 'Operasi Tangkap Tangan' (OTT) memburu koruptor dan menggantinya dengan sebutan 'Tangkap Tangkap Tangan.'
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) kini tidak lagi menggunakan istilah 'Operasi Tangkap Tangan' (OTT) dalam kegiatannya memburu koruptor. Alih-alih menggunakan istilah OTT, lembaga antirasuah itu kini akan menggantinya dengan sebutan 'tangkap tangan'.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, istilah 'OTT' tidak dikenal dalam konsep hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, istilah yang ada adalah 'tangkap tangan'.
"Dalam kesempatan ini perkenankan kami untuk menyampaikan bahwa kami tidak lagi menggunakan istilah operasi tangkap tangan, tapi tangkap tangan," kata Firli dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (26/1/2022).
Dia beralasan, dalam konsep hukum yang dikenal hanya istilah tertangkap tangan. Firli juga mengatakan, sebelum tangkap tangan dilakukan terhadap seseorang, KPK terlebih dulu akan memastikan sejumlah pendekatan.
Pendekatan itu menjadi penting, kata Firli, untuk menyampaikan aspek pencegahan kepada pihak terkait guna memastikan tindak korupsi tak lagi dilakukan.
"Sebelum seseorang kita lakukan tangkap tangan tentulah kita sudah melakukan tiga pendekatan sebelumnya. Mulai dari upaya pendidikan masyarakat, upaya pencegahan melalui monitoring center for prevention (MCP) delapan area intervensi," ucap Firli.
Baca juga: Cegah Praktik Korupsi, KPK Pantau Pembangunan IKN Nusantara
Jika tiga pendekatan itu tak berhasil, maka rendahnya angka MCP akan dijadikan tolok ukur bagi KPK untuk menindak pihak yang dianggap memiliki MCP terendah.
"Seketika angka MCP rendah kita bisa yakini bahwa daerah tersebut rawan tindakan korupsi. Karena sesungguhnya MCP itu diamanatkan dalam rangka mencegah risiko-risiko korupsi. Mitigasi korupsi dan itu betul bisa dibuktikan, yang tertangkap pastilah MCP-nya rendah," ungkap Firli.
Baca juga: KPK Kaji Kemungkinan Telusuri Pola Pencucian Uang dalam NFT, Agar Tak Disalahgunakan Pejabat
Meski begitu, Firli menegaskan kecukupan bukti masih akan jadi tolok ukur pasti soal layak atau tidaknya seseorang diperkarakan. Jika terbukti, barulah seseorang itu dapat diusut dugaan tindak rasuahnya.
Firli menegaskan, KPK tidak akan pernah terlampau cepat menetapkan seseorang tersangka, apalagi diumumkan sebelum ada kecukupan bukti atau bukti yang cukup. Firli berkilah tidak ingin memasung, menyandera kemerdekaan seseorang.
Baca juga: Ketua KPK Tegaskan Tidak Ada Lagi Istilah OTT dalam Menjerat Koruptor
"Sehingga hari ini begitu kita umumkan tidak akan lama kemudian dibawa ke peradilan, itulah sejatinya yang kita sebut dengan the sun rise and sunset principles," kata dia.
"Prinsip matahari terbit pasti ada matahari terbenam. Sehingga setiap penetapan tersangka maka kewajiban KPK untuk segera membawa ke peradilan. Tidak ada lagi pak orang digantung-gantung," ujarnya.
Dalam rapat yang sama anggota Komisi III DPR Johan Budi SP mengingatkan KPK agar melakukan pembenahan internal terlebih dahulu sebelum memastikan seluruh masyarakat dapat menjalankan nilai yang ditanamkan.
Baca juga: Pimpinan KPK: NFT Berpotensi Dipakai Dalam Pencucian Uang
Johan yang juga merupakan mantan pimpinan KPK itu menilai penanaman nilai antikorupsi dan integritas kepada masyarakat akan percuma jika insan atau pimpinan KPK sendiri tak memiliki integritas.