Peran Gus Dur dalam Perayaan Imlek di Indonesia dan Pesannya Kepada Etnis Tionghoa
Perayaan Imlek di Indonesia tidak lepas dari peran Gus Dur. Ia memperbolehkan etnis Tionghoa merayakan Imlek secara terbuka.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Adanya perayaan Tahun Baru China atau Imlek di Indonesia tidak lepas dari peran Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid.
Pria yang akrab disapa Gus Dur itu memiliki peran besar hingga akhirnya etnis Tionghoa dapat merayakan Imlek secara terbuka.
Tokoh lintas agama, Sudhamek Aws menceritakan bagaimana peran Gus Dur yang membuat etnis Tionghoa bisa merayakan Imlek.
Ia mengatakan bahwa Gus Dur bukanlah sosok yang melindungi minoritas tapi berpihak pada keadilan yang berlandaskan pada kemanusiaan.
Menurutnya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan Gus Dur dengan adanya perayaan Imlek di Indonesia.
Baca juga: Gong Xi Fa Cai Artinya Bukan Selamat Tahun Baru China, Ini Contoh Ucapan Imlek yang Benar
Baca juga: Sejarah dan Makna Angpao dalam Perayaan Tahun Baru Imlek
Pesan tersebut adalah status hak dan kewajiban yang diberikan kepada etnis tionghoa.
"Dulu ketika BPUPKI ada 4 orang etnis Tionghoa yang ikut terlibat melakukan usaha kemerdekaan Indonesia adalah hak untuk diterima sebagai warga negara Indonesia sepenuhnya," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Sabtu (28/12/2019).
Tapi setelah mendapatkan haknya, etnis Tionghoa harus melakukan kewajibannya untuk setia kepada NKRI.
"Kewajibannya perayaan Imlek harus dimaknai sebagai perayaan budaya karena kita Bhineka boleh tapi secara kesetiaan terhadap negara NKRI utamanya itu nomor satu," ungkapnya.
Ia menambahkan jika setelah adanya perayaan Imlek di Indonesia ada perubahan yang dapat dilihat yaitu sebuah persatuan antara minoritas dengan mayoritas.
"Orang Tionghoa sudah tahu diri menempatkan dirinya sebagai minoritas dan mayoritas juga menerima persatuan itu sudah terbentuk. Mari kita rajut kembali," imbuhnya.
Mengutip KompasTV, pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.
Sejak saat itu, Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa.
Baca juga: Ucapkan Selamat Imlek 2022, Menteri Agama: Semoga Harmoni, Damai, dan Sejahtera
Baca juga: 11 Larangan saat Perayaan Tahun Baru Imlek: Jangan Mencuci Pakaian hingga Menyapu
Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.
Namun pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967 sekaligus menjadikan masyarakat Tionghoa diberi kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Lantas pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Perayaan Imlek sebagai hari nasional baru dilakukan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002.
(Tribunnews.com/Mohay)