27 WNI yang Tinggal di 12 Negara Ajukan Gugatan Presidential Threshold ke MK
MK menggelar sidang perdana pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dimohonkan oleh 27 WNI yang tinggal di 12 negara.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang dimohonkan oleh 27 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di 12 negara, Kamis (3/2/2022).
Para pengguggat tersebut di antaranya Tata Kesantra, Ida Irmayani, dan Sri Mulyanti Masri.
Sidang perkara Nomor 8/PUU-XX/2022 ini menggugat UU Pemilu terkait Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu.
Pernyataan yang digugat yakni "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".
"Mereka berkedudukan sebagai warga negara yang memiliki hak memilih, tetapi implisit di dalamnya ada hak untuk dipilih," kata Refly Harun selaku kuasa hukum para Pemohon.
Baca juga: UU IKN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Moeldoko: Janganlah Kita Egois
Para Pemohon menyebut merasa dirugikan atas ketentuan aturan tersebut.
Setidaknya ada lima kerugian yang disampaikan.
Meliputi, tidak dapat memilih kandidat yang lebih banyak dan selektif; terhambat menjadi calon presiden dan/atau calon wakil presiden; tidak mendapat keadilan dan askes yang sama dalam proses berpemilu; terhambat untuk memajukan diri dalam memperjuangkan pembangunan masyarakat, bangsa dan negara; menimbulkan polarisasi di masyarakat sehingga menimbulkan pertikaian.
Pemohon juga meminta MK mengubah sikapnya terkait putusan threshold.
Menurut Pemohon, threshold tak bisa dikatakan sebagai open legal policy.
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Saldi Isra memberi masukan kepada Pemohon agar menambahkan penjelasan soal kerugian hak konstitusional dari 27 Pemohon.
Baca juga: UU IKN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Dinilai Tak Dibutuhkan Masyarakat
Saldi juga menyarankan Pemohon untuk memperkuat alasan mengapa MK harus meninggalkan open legal policy tersebut.
"Mungkin bisa diperkuat dengan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya," kata Saldi.