Ketum PBNU Ajak Tanam Mental Maritim untuk Bangun Peradaban
Karakter peradaban maritim ini yang akan menjadi modal kekuatan NU dalam menyongsong perjuangan peradaban yang pasti tidak akan mudah
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
![Ketum PBNU Ajak Tanam Mental Maritim untuk Bangun Peradaban](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/peringatan-harlah-ke-96-nu-1112.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, MANGGARAI - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa sejak kurang lebih 20 tahun lalu, NU terus melakukan upaya-upaya untuk membangun peradaban.
Menurutnya, ini merupakan bukti bahwa jam’iyyah tersebut memiliki kesadaran untuk membangun peradaban baru.
Untuk benar-benar bisa membangun peradaban, Gus Yahya mengajak agar NU memiliki karakter masyarakat maritim yang selalu berbaik sangka kepada Tuhan, berbaik sangka kepada sesama manusia, dan mampu akrab dengan alam.
Hal itu dia sampaikan dalam sambutannya di acara Harlah ke-96 NU di Hotel Meruora Labuan Bajo, kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sabtu (5/2/2022).
“Karakter peradaban maritim ini yang akan menjadi modal kekuatan NU dalam menyongsong perjuangan peradaban yang pasti tidak akan mudah. Tapi dengan karakter maritim ini, NU punya modal untuk mengarungi perjuangan yang berat,” jelas Gus Yahya.
Karena alasan inilah salah satu titik Harlah ke-96 NU dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur karena provinsi ini dinilai sebagai miniatur bangsa Indonesia dengan watak maritimnya.
Baca juga: Sandiaga Soal Dukungan Para Ulama Lampung untuk Pilpres: Ada Waktunya, Sekarang Kami Fokus Kerja
“NTT adalah miniatur Indonesia dan perwujudan dari watak peradaban Nusantara, yaitu watak maritim. Bahwa peradaban Indonesia ini adalah peradaban maritim, masyarakat Indonesia ini adalah masyarakat dengan karakter maritim,” ujar Gus Yahya.
Dalam acara Harlah ke-96 NU yang bertema Merawat Jagat Kemaritiman, Membangun Peradaban Nelayan itu, Gus Yahya memaparkan, masyarakat maritim memiliki watak selalu berbaik sangka kepada Tuhan.
Buktinya, ketika seorang nelayan melaut, ia betul-betul memasrahkan nasib hidupnya kepada Tuhan di tengah hamparan laut yang luas dan sangat berisiko.
Di tengah perjuangan peradaban yang penuh ketidakpastian, lanjut Gus Yahya, NU juga harus memiliki watak maritim tersebut. Selama tujuannya baik, pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik.
“Di tengah berbagai cobaan, di tengah aral melintang, mari berbaik sangka kepada Tuhan, karena NU punya tujuan-tujuan yang mulia. Bukan hanya untuk NU saja, bukan untuk Indonesia saja, tapi untuk kemanusiaan seluruhnya,” imbuhnya.
Selanjutnya, masyarakat maritim juga memiliki watak berbaik sangka kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, seorang nelayan senantiasa berbagi kepada siapa saja, tanpa pandang bulu.
Dengan karakter yang demikian, Gus Yahya ingin warga nahdliyin juga memilikinya dalam membangun peradaban. Dengan begitu NU tetap berkontribusi untuk seluruh umat manusia.
“Karena peradaban yang NU cita-citakan untuk seluruh umat manusia, maka tidak bisa tidak, tidak ada pilihan lain selain berbaik sangka kepada manusia. Dengan berbaik sangka kepada manusia, NU tidak berpilih-pilih kepada siapa berbagi, karena hidup di atas bumi yang sama. Ini seperti orang-orang laut yang melaut di atas perahu yang sama,” terang Gus Yahya.
Gus Yahya mengingatkan bahwa sudah dari dulu NU telah menjadi begian penting dalam keputusan-keputusan yang diadakan sejak Muktamar pada tahun 1984 ketika Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi Ketua Umum PBNU.
Ketika itu NU telah menyatakan punya komitmen untuk berkhidmah bagi semua manusia, bukan terbatas untuk NU atau bangsa Indonesia. Ini yang kemudian diwujudkan dalam trilogi ukhuwah, baik ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ataupun ukhuwah insaniyah.
Baca juga: Sejarah Nahdlatul Ulama yang Didirikan KH Hasyim Asyari, Kini Peringati Harlah ke-96
Berikutnya, masyarakat maritim juga memiliki watak akrab dengan alam. Buktinya, untuk bisa melaut dengan sukses, seorang nelayan harus memahami bintang, arah angin, kondisi laut, dan lain sebagainya. Inilah yang diinginkan Gus Yahya agar warga nahdliyin juga mampu memahami alam dalam membangun peradaban.
“Dalam membangun peradaban ini, tidak boleh menelantarkan alam tempat manusia hidup. Bumi harus dirawat dan dijaga. Jagat ini harus dimuliakan,” tegas Gus Yahya.
Kendati demikian, terang Gus Yahya, bukan berarti NU mengabaikan profesi-profesi lain yang ada di Indonesia seperti petani dan pedagang. Sebab, baik petani atau pedangan, semuanya memimiliki watak maritim.
“Petani Indonesia adalah petani maritim, pedagang Indonesia adalah pedagang maritim. Karena semua orang di Indonesia ini menyadari, lingkungan di Nusantara merupakan kepulauan yang dikepung oleh samudera-samudera yang luas,” pungkas Gus Yahya.
Hadir dalam acara tersebut Dirjen Perikanan Budidaya TB Haeru Rahayu dan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. Turut memberi sambutan secara daring Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebagaimana diketahui, tema besar Harlah ke-96 NU adalah Menyongsong 100 Tahun Nahdlatul Ulama: Merawat Jagat, Membangun Peradaban. Acara tersebut diadakan di empat provinsi yang berbeda, yaitu di Balikpapan atau Samarinda di Kalimantan Timur, Labuan Bajo di Nusa Tengagra Timur, Palembang di Sumatera Selatan, dan Surabaya atau Bangkalan di Jawa Timur.