Menag: PDIP dan Nahdliyin Satu Barisan Melawan Petualang yang Mau Merusak Kemajemukan
Agama dan nasionalisme perlu terus diperkuat secara simultan demi menjaga keseimbangan bangsa tetap terjaga, selalu rukun dan damai.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari lahir (Harlah) NU yang diperingati PDIP mengingatkan betapa kepentingan agama dan nasionalisme perlu terus diperkuat secara simultan demi menjaga keseimbangan bangsa tetap terjaga, selalu rukun dan damai.
"Antara nadhliyin dan nasionalis terletak tanggung jawab yang luar biasa. Nahdliyin dan nasionalis backbone negeri ini. Negeri yang ketatanegaraannya dengan ciri kemajemukan.Tanpa kebhinekaan dan kemajemukan tidak ada negeri yang namanya Indonesia," kata Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas saat PDI Perjuangan memperingati Harlah Ke-96 Nahdlatul Ulama (NU), Sabtu (12/2/2022).
Menag mengajak seluruh kader PDIP dan nadhliyin berada di dalam barisan yang sama ketika diluar sana ada petualang-petualang yang berusaha merusak kebhinekaan dan kemajemukan.
"Karena mereka ingin menghancurkan Indonesia. Segala upaya melenyapkan kemajemukan, kebhinekaaan di negeri ini adalah sama dengan membunuh Indonesia. Negeri yang diproklamirkan oleh Bung Karno," papar Menag.
Baca juga: Wamenag Berharap tidak Ada Klaster Covid-19 dalam Penyelenggaraan Ibadah Umrah
Nasionalisme dibangun atas dasar penghargaan terhadap pluralitas.
Karena tidak ada hidup bersama yang tidak plural.
Tidak ada sejarah yang tidak dicandai kemajemukan.
"Penolakan terhadap pluralitas sesungguhnya juga penyangkalan terhadap realitas. Realitas seperti ini menguatkan rasa nasionalisme kita sebagai sebuah bangsa yang besar," kata Menag yang sangat mengapresiasi PDIP menggelar kegiatan menyambut harlah NU.
Baca juga: Covid-19 Omicron Melonjak, Wamenag Minta Madrasah Terapkan Prokes Ketat
Menag mengatakan berbicara NU dan nasionalisme itu sesunguhnya mengurai sebuah masyarakat yang mempertahankan tradisi dan budaya dan disaat yang sama ingin mengobarkan semangat nasionalisme.
"Sejarah lahirnya NU didasari dua hal tersebut. Selain itu, pembacaan kuat para kyai dan ulama membangun peradaban manusia yang lebih baik. Setidaknya itu tergambar dalam bola dunia di lambang NU," kata Gus Yaqut, sapaan akrab Menag.
Dia memaparkan NU itu dicita-citakan para kyai membangun peradaban manusia.
Ada aspek penting NU bisa besar seperti ini dan dengan komitmen besar terhadap kebangsaan karena punya ekosistem pesantren.
Yang didirikan para kyai untuk ajaran ahlussunnah wal jamaah.
Menag menyinggung, nasionalisme para santri bisa dilacak pada pendirian NU.
Dua minggu sebelum NU lahir, 15 kyai berkumpul di rumah salah satu pendiri NU, Kyai Hasbullah di Kertopaten, mereka bersama berdiskusi bagaimana bisa pertahankan Islam tradisional dan ikhtiar mewujudkan Indonesia merdeka.
Baca juga: NU Purworejo Siap Bantu Ganjar Pranowo Dialog dengan Warga Desa Wadas
Motif nasionalisme lahir karena NU memiliki niat menyatukan ulama dan tokoh bangsa dalam melawan kolonial saat itu.
"Integrasi Islam dan nasionalisme bagi NU tidak ada kendala. Wacana para tokoh NU selalu Islam dan nasionalisme saling membutuhkan, dan menguatkan," tambahnya.
Dia memberi contoh seperti Resolusi Jihad. Ini kecintaan NU terhadap negara. Ketika Sekutu ingin kembali ke Indonesi atau saat mengeluarkan maklumat bahwa pemerintahan Presiden Soekarno sah dan yang wajib diikuti.
Jadi, Gus Yaqut menegaskah tokoh NU dan nasionalis satu kesatuan dalam membangun bahkan sebelum merdeka.