Ketua MPR Minta Aturan JHT Direvisi dan Disesuaikan dengan Kondisi Masyarakat di Tengah Pandemi
Bamsoet meminta Kemnaker, mengkaji kembali keputusan Kemenaker tersebut, dengan memperhatikan UU No. 15 tahun 2019
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Sanusi
Menurut Ristadi, Permenaker 2/2022 yang baru akan berlaku pada 4 Mei 2022, sebenarnya perintah dari pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004.
Dalam pasal itu, manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
“Jadi secara yuridis dan filosofis pemerintah tidak salah, situasinya saja yang belum tepat,” ucapnya.
Menurutnya, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dibuat pemerintah untuk menyiasati pekerja yang kehilangan pekerjaan juga belum sepenuhnya mampu memenuhi keinginan buruh, karena masih perlu kejelasan dan sosialisasi tentang JKP tersebut.
“JKP ini bisa didapat kalau kemudian pekerja itu atau peserta itu masuk ke dalam program BPJS secara lengkap, program jaminan kesehatan, program kecelakaan kerja, jaminan kematian, pensiun, termasuk JHT,” paparnya.
Baca juga: Pernyataan Kemenaker Terkait JHT Cair Pada Usia 56 Tahun, KSPI Minta Aturan Itu Dicabut
Namun saat ini, belum semua pekerja dicover seluruh program jaminan sosial ini, di mana banyak pekerja sudah jadi peserta program JHT tapi belum ikut program jaminan pensiun.
Selain itu, banyak pengusaha yang menunggak iuran, sehingga peserta belum tentu bisa mendapatkan JKP.
“Nunggak saja satu atau dua bulan pas terjadi, maka tidak mendapatkan klaim jaminan kehilangan pekerjaan," paparnya.
Ristadi melihat, banyaknya pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kemampuan keuangan perusahaan yang tidak maksimal pada saat ini, membuat orang di PHK belum tentu langsung dapat pesangon.
Situasi ini, kemudian membuat pekerja mengandalkan tabungan JHT sebagai solusi darurat. "Tentu ini harus dipertimbangkan dan dihitung kembali dalam situasi ini,” kata dia.