Wacana Pemekaran Daerah Dinilai Harus Penuhi Syarat Sesuai UU
Heikal Safar menyoroti meningkatnya permintaan pemekaran dari sejumlah daerah otonomi setiap tahun di Indonesia.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Politik, Hukum dan HAM GPMI (Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia) Heikal Safar, menyampaikan pendapatnya terkait pro dan kontra pemindahan Ibu kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Heikal juga menyoroti meningkatnya permintaan pemekaran dari sejumlah daerah otonomi setiap tahun di Indonesia.
Heikal mengakui bagi kelompok masyarakat Indonesia yang setuju maka pemekaran daerah, menjadi jalan untuk rentang kendali pemerintah yang dianggapnya dapat memperbaiki pelayanan publik.
Namun bagi sebagian masyarakat yang menolak, ada penilaian bahwa pemekaran daerah belum mewujudkan perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
"Menurut saya, pemindahan IKN dan pemekaran daerah jangan dipaksakan saat pandemi Covid-19, karena lebih banyak mudaratnya dan hanya menambah calon koruptor," kata Heikal kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
Baca juga: TB Hasanuddin: Selamatkan TWP demi Kesejahteraan Prajurit
Baca juga: Soal Kasus Desa Wadas, ILUNI UI: Jangan Gunakan Kekerasan Atas Nama Pembangunan
Dirinya menjelaskan, pemekaran daerah di Indonesia berkembang pesat sejak UU No 22 Tahun 1999 mengenai pemerintah daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang ditentukan oleh pemerintah Pusat dengan persiapan yang cukup lama.
Adapun persiapan tahapan tersebut menyangkut penyiapan infrastruktur pemerintahan, aparatur pemerintahan daerah hingga terbangunnya fasilitas-fasilitas pemerintahan dan umum lainnya pastinya membutuhkan biaya Anggaran Negara yang sangat besar.
Heikal khawatir, uang rakyat yang seharusnya untuk digunakan memperbaiki kehidupan pertumbuhan ekonomi rakyat kecil, berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik.
Dia mengatakan, jangan sampai Pemekaran Daerah justru dimanfaatkan oknum-oknum penyelenggaranya.
Apalagi kebijakan tersebut berpotensi membuka tindak pidana korupsi.
Baca juga: Scanning PPKS Capai 20 Kasus Sehari, Risma: Lokasinya dari Aceh Sampai Papua
Baca juga: Saksi Hidup Ritual Maut di Pantai Payangan Jember: Kami Dihantam Ombak Besar saat Meditasi
Baca juga: Kasus Covid Terus Naik, BOR di Bawah 60 Persen, Presiden Jokowi Minta Masyarakat Tenang
"Uang negara banyak dihabiskan untuk memperkaya para koruptor, keluarga dan kelompoknya. Faktanya sangat banyak pejabat negara di negeri ini yang masuk bui gara-gara terima gratifikasi, korupsi dan kutip lelang jabatan," katanya.
Lebih lanjut Heikal mengatakan pemekaran daerah sebaiknya memenuhi kriteria persyaratan sesuai UU yang berlaku diantaranya kemampuan ekonomi, potensi daerah, budaya, sosial politik dan pertimbangan-pertimbangan yang sangat mendasar lainnya.
"Kami GPMI bersama Rakyat Indonesia sangat mengharapkan tegakkan aturan UU yang sebenar-benarnya demi pemerintahan yang bersih dan terbebas para oknum dari 'tikus' yang kotor," ujarnya.