Dimas Oky Nugroho: Capres 2024 Harus Memperkuat Visi Kepemimpinan Pancasila
Di tengah gelombang ketiga pandemi Covid-19 dan transformasi sosial ekonomi, dunia dihadapkan pada situasi yang penuh ketidakpastian.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah gelombang ketiga pandemi Covid-19 dan transformasi sosial ekonomi, dunia dihadapkan pada situasi yang penuh ketidakpastian, termasuk di Indonesia.
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho mengajukan formula untuk bangsa Indonesia menghadapi situasi krisis dan bertransformasi menuju negara yang lebih sejahtera dan stabil.
Dimas menekankan pentingnya para pemimpin nasional mendatang khususnya menggunakan momentum Pilpres 2024 semakin memahami dan menjalankan visi dan model kepemimpinan Pancasila secara konsisten dan integratif.
Baca juga: SMRC: Warga Jabar Cenderung Pilih Ridwan Kamil untuk Capres 2024 di 2 Kategori Ini
Pertama, yakni pemimpin yang berbasis pada spiritualitas kebangsaan yang termanifestasikan dari sila pertama. Seorang pemimpin dengan nilai spiritualitas vertikal akan memberikan kekuatan besar untuk mewujudkan bangsa, negara dan masyarakat yang memiliki 'virtue' dan karakter yang kokoh.
"Dari semangat spiritual tersebut, masyarakat bangsa dan negara akan memiliki pegangan kuat dalam menghadapi berbagai tantangan, dan krisis. Namun, spiritualitas ini harus mampu menghadirkan humanisme atau semangat kemanusiaan yang merupakan terjemahan sila kedua. Relasi ketuhanan menghadirkan semangat, aksi, empati, solidaritas, toleransi, dan kolaborasi. Yang gilirannya mewujud dalam sebuah harmoni kohesi sosial, sebuah manifestasi dari sila ketiga persatuan Indonesia," terang Dimas dalam acara Ngobrol Bareng "Transformasi Indonesia dan Visi Kepemimpinan Nasional: Bunga Rampai Pemikiran Aceh sampai Papua" yang digelar secara hybrid pada Senin, (14/2/2022).
Model ketiga, lanjutnya, dibutuhkan kepemimpinan yang mampu menyatukan, merangkul seluruh golongan di Indonesia secara inklusif dari berbagai suku bangsa, budaya, agama, politik, kelas sosial, desa-kota, tua-muda. Kohesi, kolaborasi dan persatuan ini, membutuhkan mekanisme, organisasi dan demokrasi, sebuah permusyawaratan perwakilan.
"Namun demokrasi tanpa dibarengi dengan hikmat kebijaksanaan hanya akan mengantarkan negara dan bangsa pada situasi yang buruk, terjadi kesenjangan dan manipulasi terhadap rakyat," tegas Dimas.
Untuk itu penting bagi kepemimpinan model sila keempat Pancasila ini untuk menghadirkan kualitas pendidikan dan SDM yang baik untuk masyarakat, serta demokrasi yang berkualitas dan berkelanjutan berdasarkan kesadaran kewargaan.
"Sebuah demokrasi yang baik, penuh kesadaran dan kebijaksanaan akan membawa kita pada model kepemimpinan kelima, yakni keadikan sosial bagi seluruh rakyat," ujarnya.
Dimas menambahkan seorang pemimpin harus mampu membawa bangsa dan negara bertransformasi menjadi adil dan sejahtera secara merata untuk seluruh rakyat Indonesia.
"Ini gongnya, di tengah era transformasi, digitalisasi dan demografi anak muda saat ini, Indonesia butuh kepemimpinan ke depan yang mampu menunjukkan kualitas dan konsistensi model kepemimpinan Pancasila demi terwujudnya negara yang guyub, aman, sejahtera dan demokratis," tegas doktor politik alumni UNSW Sydney ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.