Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar UI: Akuntabilitas Perjanjian FIR Indonesia-Singapura melalui UU

Pemerintah perlu mengajukan proses pengesahan Perjanjian FIR ke DPR dengan Undang-undang. Karena pemerintah harus akuntabel terhadap rakyat.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Guru Besar UI: Akuntabilitas Perjanjian FIR Indonesia-Singapura melalui UU
dok pribadi
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah perlu mengajukan proses pengesahan Perjanjian Flight Information Region (FIR) Indonesia-Singapura ke DPR dengan Undang-undang. Karena pemerintah harus akuntabel terhadap rakyat.

Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews.com, Jumat (18/2/2022).

Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini menjelaskan akuntabilitas pemerintah tercermin dalam tiga hal.

Pertama, transparansi.

Transparansi perjanjian FIR 2022 perlu dilakukan untuk memastikan apa yang diklaim oleh pemerintah bahwa pengelolaan FIR telah diambil alih oleh Indonesia dari Singapura berdasar.

Baca juga: Legislator Golkar: Ratifikasi FIR dengan Singapura Melalui UU, Bukan Perpres

Hingga saat ini pemerintah belum pernah membuka perjanjian FIR 2022 kepada publik.

Berita Rekomendasi

"Bila pengesahan perjanjian FIR 2022 dilakukan dengan Perpres maka publik baru akan mengetahui isi perjanjian pada saat Indonesia telah diikat secara sempurna," ujarnya.

Kedua, akuntabilitas terkait alasan pemerintah membuat perjanjian FIR 2022 harus diungkap.

"Apakah ini sejalan dengan amanat dari Pasal 458 UU Penerbangan?" Demikian ia mempertanyakan.

Pun apa alasan pemerintah untuk mendelegasikan kembali ke Singapura di wilayah tertentu kedaulatan Indonesia dalam ketinggian hingga 37,000 kaki?

Apakah ini berarti Indonesia sejak 1946 hingga sekarang belum mampu melakukan pengelolaan FIR untuk seluruh wilayah yang berada dalam kedaulatan Indonesia?

Baca juga: Eks KSAU Sempat Heran Harus Minta Izin Singapura untuk Terbang dari Tanjungpinang ke Natuna

Apakah pemerintah tidak memiliki cetak biru untuk mengambil alih secara penuh?

Lalu bagaimana nasib cetak biru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 55 Tahun 2016?

"Lalu apa yang menjadi alasan pemerintah untuk mendelegasikan ke Singapura untuk jangka waktu 25 tahun dan dapat diperpanjang? Padahal Pasal 458 UU Penerbangan jelas mengamanatkan pendelegasian harus diakhiri pada tahun 2024," jelasnya.

Terakhir akuntabilitas dalam bentuk pemerintah harus dapat menepis berbagai kecurigaan publik.

Beberapa diantaranya adalah apa yang menjadi perbedaan antara Perjanjian FIR 2022 dengan Pasal 2 ayat (1) dari Perjanjian FIR 1995?

Baca juga: Cerita FIR di Masa Lalu: Marsekal TNI AU Kaget, Kirim Logistik ke Natuna Harus Izin ke Singapura

Pasal 2 ayat (1) Perjanjian FIR 1995 menentukan “Pemerintah Indonesia mendelegasikan ke Singapura ruang udara 90 nm dari SINJON (01 13'24"N 103 51'24"E) hingga ketinggian 37,000 kaki dalam penyesuaian FIR Jakarta dan selatan Singapura, yang disebut sebagai Sektor A…”

Lalu ada kecurigaan publik mengapa pemerintah bersedia untuk mengikuti kehendak Singapura untuk men-tandem-kan tiga perjanjian sekaligus yaitu Perjanjian FIR, Perjanjian Pertahanan dan Perjanjian Ekstradisi?

Apakah pemerintah telah berhitung konsekuensi dari langkah cerdik Singapura? Apa yang didapat dari pemerintah? Apakah sekedar buron? Apakah memadai bila buron ditukar tentang hal yang berkaitan dengan kedaulatan?

"Akuntabilitas pemerintah diatas perlu dilakukan di DPR sebagai representasi rakyat dan dalam forum terbuka," tegasnya.

Berita lainnya seputar Perjanjian Flight Information Region.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas