Gugatan Gatot Nurmantyo Terkait Ambang Batas Pencalonan Presiden Akan Diputus MK Kamis Lusa
Mahkamah Konsitusi (MK) akan membacakan putusannya atas gugatan yang diajukan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo terkait ambang batas pencapresan.
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS, JAKARTA - Mahkamah Konsitusi (MK) akan membacakan putusannya atas gugatan yang diajukan oleh Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo terkait ambang batas pencapresan (presidential threshold) dalam UU Pemilu.
Putusan perkara dengan nomor 70/PUU-XIX/2021 yang diajukan mantan Panglima TNI itu akan dibacakan MK bersamaan dengan putusan perkara serupa yang diajukan enam penggugat lainnya.
Termasuk gugatan yang diajukan politikus Partai Gerindra, Ferry Joko Yuliantono, gugatan yang diajukan tiga senator DPD yakni Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra, serta gugatan yang diajukan aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma.
Pada hari yang sama MK juga akan membacakan putusannya terhadap pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Ikhwan Mansyur Situmeang, serta gugatan yang diajukan senator Fachrul Razi asal Aceh dan senator Bustami Zainudin.
"Kamis 24 Februari 2022, pukul 09:30 WIB. Pemohon Gatot Nurmantyo. Kuasa Refly Harun, Muh Salman Darwis. Acara pengucapan putusan," demikian jadwal persidangan dikutip dari situs resmi MK, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Menggugat Eksistensi Ambang Batas Pencalonan Presiden
Gatot Nurmantyo sebelumnya meminta MK menyatakan pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.
Ia menilai aturan itu bertentangan dengan pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), dan 6A ayat (5) UUD 1945.
Bunyi dalam tiga pasal UU Dasar dinilai sudah jelas mengatur hak konstitusi kepada partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden sepanjang menjadi peserta pemilihan umum.
Dalam pasal-pasal tersebut tak ada ketentuan yang mengatakan soal keharusan 20 persen atau harus memenuhi ambang batas tertentu.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Bandingkan Aturan PT 20% Untuk Pencalonan di Indonesia Dengan Puluhan Negara
"Sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatakan harus 20 persen, atau harus memenuhi ambang batas tertentu. Dan itu sekali lagi sudah merupakan close legal policy yang tidak terkait tata cara, tapi substansi. Untuk itu seharusnya tidak ada yang namanya ambang batas," kata Refly Harun yang bertindak sebagai kuasa hukum Gatot.
Refly Harun menerangkan bahwa Presidential Threshold 20 persen nyatanya membatasi kemunculan calon pemimpin di masa depan, serta membatasi kemewahan rakyat memilih pemimpin.
"Presidential Threshold ternyata membatasi munculnya calon-calon pemimpin ke depan, dan dalam tanda kutip kemewahan bagi pemilih atau rakyat Indonesia untuk dapat memilih calon-calon presiden," kata Refly.
Sementara Gatot selaku pemohon prinsipal mengaku khawatir dengan nasib Indonesia jika terus menerapkan presidential threshold.
Mengutip pernyataan Bank Dunia, Gatot menyebut bahwa Indonesia saat ini sedang menuju proses kepunahan.
"Yang saya khawatirkan adalah pernyataan dari Bank Dunia, bahwa Indonesia proses menuju kepunahan," kata Gatot dalam sidang Selasa (11/1/2022).
Gatot menyebut kebijakan pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014 sampai sekarang telah memperlihatkan keretakan.
Seperti misalnya kelompok masyarakat yang terbelah.
Baca juga: Gatot Nurmantyo: PT 20 Persen Adalah Bentuk Kudeta Terselubung Terhadap Negara Demokrasi
Bukannya mempersatukan, kebijakan yang diambil setelahnya justru membuat keretakan tersebut kian menjadi.
"Kebijakan-kebijakan yang diberikan sejak 2014 sudah terjadi keretakanm tetapi kebijakan yang ada semakin hari, bukannya merekatkan tapi meretakkan. Ini terlihat, bangsa ini terpecah menjadi dua, dan tidak ada harapan bagaimana suatu negara terbelah dan tidak ada harapan ke depannya," ungkap Gatot.
Di hadapan Panel Hakim Konstitusi Gatot menyebut Presidential Threshold (PT) 20 persen sangat berbahaya.
Ia menyebut PT 20 persen itu adalah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi menjadi partikrasi melalui berbagai rekayasa Undang-Undang.
"Berdasarkan hasil analisa, hasil renungan, kami berkesimpulan Yang Mulia, ini sangat berbahaya. Karena Presidential Treshold 20 persen adalah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi menjadi partikrasi melalui berbagai rekayasa Undang-Undang," kata Gatot yang hadir secara daring dalam sidang tersebut.
Untuk itu, ia memohon Hakim Konstitusi untuk mengabulkan permohonannya.
"Untuk itu kami mohon Yang Mulia, lewat pengambilan keputusan dengan seadil-adilnya berdasarkan nurani dan berdasarkan kebenaran dari Tuhan Yang Maha Esa," kata Gatot.