Ahli Hukum Pidana Tunjukkan Kerancuan Terkait Restitusi pada Putusan Herry Wirawan
Harkrisnowo mengungkapkan kerancauan terkait restitusi dalam putusan terdakwa tindak pidana rudakpaksa terhadap 13 santriwati, Herry Wirawan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Kerancuan kedua, lanjut dia, terjadi karena pengadilan membebankan pembayar restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak karena lembaga tersebut dianggap mewakili negara untuk melindungi anak.
Akan tetapi Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban sudah menentukan bahwa lembaga yang diberi mandat untuk mengurusi korban dan saksi termasuk mengajukan restitusi dan atau kompensasi kepada yang diajukan adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam putusan tersebut, lanjut dia, besaran angka restitusi dihitung oleh LPSK.
"Oleh karenanya restitusi dimintakan oleh korban kepada pengadilan melalui LPSK. Jadi di sini kita melihat ada beberapa kerancuan yang perlu diperhatikan," kata dia.
Ia mengaku senang karena pengadilan telah berorientasi pada kepentingan korban.
Namun demikian, kata dia, tidak seyogyanya kepentingan korban dijadikan alasan untuk melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ada.
Terkait hal tersebut menurutnya perlu dipikirkan bersama mengenai ketentuan lebih lanjut restitusi atau kompensasi pada korban atau kompensasi atau meminjam konsep dari negara lain yang sudah memilikinya.
"Tentu perlu dipikirkan mekanismenya dan bagaimana sumber keuangannya. Dan persyaratan yang sangat tepat mengenai siapa yang bisa memperoleh restitusi dan kompensasi," kata dia.