Demokrat Ungkap Jokowi Bakal Wariskan Utang Rp 7 Ribu Triliun Kepada Generasi Milenial
Partai Demokrat menyoroti hasil survei yang menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki tingkat kepuasan yang tinggi di masyarakat.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menyoroti hasil survei yang menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki tingkat kepuasan yang tinggi di masyarakat.
Hal itu dinilai kontradiksi dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyampaikan salah satu kontradiksinya adalah posisi utang Indonesia yang mencapai Rp 7 ribu triliun.
Hal ini menjadi tunggakan bagi generasi milenial atau generasi yang akan mendatang.
"Utang kita itu baik pemerintah swasta maupun pemerintah dan swasta sudah 41 persen lebih. Hampir kurang lebih Rp 7.000 triliun. Artinya kewajiban kita membayar utang itu sangat luar biasa. Artinya secara terus terang itu APBN kita tidak sehat," ujar Syarief dalam diskusi daring, Sabtu (26/2/2022).
Di sisi lain, Syarief menjelaskan pendapatan negara masih ditopang melalui pajak dari rakyat.
Sebaliknya, pendapatan melalui ekspor semakin menurun di tengah tingginya utang negara.
"Terus terang saja pendapatan yang kita dapat andalkan dari pajak dari rakyat. Sementara itu kita lihat pendapatan di nasional itu semakin menurun. Ekspor kita juga semakin menurun. Terakhir ini agak lumayan karena ditunjang komoditas-komoditas tertentu. Nah sekali lagi kalau kita ingin melihat secara detil APBN kita itu sangat berbahaya," ungkap Syarief.
Baca juga: Survei IPO: Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Pemerintah Jokowi 69 Persen, Bidang Ekonomi Tertinggi
Syarief kemudian menyoroti pertumbuhan ekonomi negara yang stagnan selama masa pemerintahan Jokowi selama 8 tahun terakhir.
Menurutnya, tanah air masih stagnan berada di maksimal 5 persen.
"Kita bisa membedakan sebenarnya permasalahan kinerja pemerintah ini adalah sebelum Covid dan sesudah Covid. Nah kalau ke saya melihat sebelum Covid, 5 tahun sampai dengan 7 tahun pertama pemerintahan Pak Jokowi itu biasa saja. Pertumbuhan ekonomi itu tidak bagus bahkan tidak lebih dari 5 persen," jelas Syarief.
Selanjutnya, kata Syarief, partai Demokrat juga menyoroti kenaikan sejumlah bahan pokok di masyarakat. Hal ini semakin memperburuk keadaan masyarakat yang telah tertekan karena terimbas pandemi Covid-19.
"Pemulihan ekonomi kita ini belum apa-apa rakyat itu sudah banyak dibebani. Nah ekonomi kita belum pulih tetapi rakyat dibebani. Belum lagi kenaikan kenaikan harga bahan pokok yang tidak diantisipasi oleh pemerintah. pemerintah sudah melakukan operasi pasar tetapi tidak berhasil belum selesai minyak goreng muncul lagi masalah kedelai belum selesai ada lagi masalah daging. Artinya apa benar bahwa hasil survei bahwa rakyat itu sulit dan susah," ungkap dia.
Lebih lanjut, Syarief juga menyoroti pemerintah yang bakal memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) di tengah kondisi APBN yang masih berbahaya. Hal ini berpotensi memberikan dampak ekonomi nasional secara berkepanjangan.
"Katakanlah proyek-proyek yang sifatnya mercusuar misalnya proyek kereta Jakarta-Bandung misalkan yang tadinya dikatakan tidak didukung APBN tetapi telah didukung APBN. Nah saya takutnya juga IKN itu juga demikian. IKN juga awalnya tidak melibatkan APBN sekarang dikatakan melibatkan dengan jumlah tertentu," pungkas dia.