Menunda Pemilu 2024 dan Memperpanjang Masa Jabatan Presiden Dinilai Lebih Banyak Mudaratnya
pengamat politik yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara memberikan respon.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah politisi khususnya Ketua Umum Partai Politik tengah ramai-ramai menyuarakan agar Pemilu 2024 ditunda.
Mereka mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden.
Beberapa nama yang mengusulkan adalah Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas).
Melihat wacana tersebut, pengamat politik yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara memberikan respon.
Ia menilai bahwa para pimpinan Parpol itu salah membaca hasil survei beberapa lembaga yang menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Hasil dari berbagai survei menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi cukup tinggi dan ekonomi membaik, tetapi itu bukan berarti publik ingin memperpanjang masa jabatan presiden," kata Igor kepada wartawan, Sabtu (26/2/2022).
Baca juga: Burhanuddin Kecam Pihak-pihak yang Manipulasi Hasil Survei Demi Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Peneliti politik yang juga direktur eksekutif Survei and Polling Indonesia (SPIN) tersebut menilai, bahwa masyarakat akan melihat bahwa memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo justru lebih banyak mudaratnya (dampak buruknya), dibandingkan sisi manfaatnya dari berbagai aspek, baik politik maupun ekonomi.
Salah satu dampak politiknya, justru masyarakat khususnya para kalangan pemilih yang sebelumnya puas akan tergeser menjadi tidak suka kepada Presiden Joko Widodo. Terlebih lagi, secara terbuka pun Presiden Jokowi sering menyampaikan ketidaksepakatannya terhadap wacana perpanjangan masa jabatan maupun 3 periode.
"Menerima wacana seperti itu malah akan menimbulkan krisis legitimasi dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah saat ini, karena dianggap melukai demokrasi dan semangat reformasi," ujarnya.
Baca juga: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Karena Publik Merasa Puas Dinilai Tak Logis
Bagi Igor, tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mengkaitkan virus covid (baik itu delta atau omicron) dengan perlunya memperpanjang kekuasaan.
"Otomatis pembisik Presiden Jokowi terkait perpanjangan kekuasaan itu justru lebih berbahaya daripada virus covid itu sendiri," tuturnya.
Muhammadiyah Ikut Tolak
Penolakan juga muncul dari kalangan Muhammadiyah. Salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dengan dalih apapun.
"Sebaiknya para elite politik bersikap arif, bijaksana, serta mementingkan masa depan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok," kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti hari ini.