Ahli Hukum Tata Negara Sebut Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Bisa Mengarah ke Sistem Otoriter
Zainal Arifin Mochtar menilai usul penundaan Pemilu yang kemudian mengarah ke perpanjangan masa presiden menjadi tanda munculnya pemerintahan otoriter
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai usul penundaan Pemilu 2024 yang kemudian mengarah ke perpanjangan masa presiden menjadi tanda munculnya pemerintahan otoriter.
"Logika penundaan itu datang dari negara yang bukan demokratis. Agak kelam skenario mereka," ujar Zainal dalam webinar MIPI, Sabtu (5/3/2022).
Sejumlah negara yang melakukan perpanjangan masa jabatan, dikatakan Zainal, di antaranya adalah Guinea, Rusia, dan Turki.
Akibat keinginan memperpanjang jabatan menjadi tiga periode itu, Guinea mengalami kudeta militer.
Sementara di Rusia, Zainal menyebut, otoritarianisme dilegalkan dengan mengubah UUD.
"Jadi dia melegalkan otoritarianisme, mengubah UUD, mengubah sistem pemerintah, bahkan di ujungnya membuat dia (Putin) menjadi Presiden sumur hidup," kata dia.
Baca juga: Elite Parpol Jangan Memantik Kontroversi dan Pembelahan Lebih Tajam Soal Masa Jabatan Presiden
Kemudian di Turki, dikatakan Zainal, juga mengalami hal serupa.
"Dengan segala catatan ya, itu membuat Erdogan relatif bertahan cukup lama," kata Zainal.
Maka itulah, Zainal menyarankan agar berhati-hati atau jangan sekali-kali bermain dengan masa jabatan.
"Itu melanggar prinsip konstitusionalisme, melanggar prinsip demokrasi presidensial, dan mengarah kepada jebakan otoritarianisme," kata Zainal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.