Survei: Mayoritas Warga NU Justru Ingin Pemilu Tetap Diselenggarakan pada 2024
Wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus bergulir.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
"Bermain-main dengan masa jabatan itu melanggar prinsip konstitualisme, melanggar juga prinsip demokrasi, sistem presidensial, dan itu yang membuat sering kali pintu masuk atau jebakan ke arah otoritarianisme," ujar Zainal.
Wacana tersebut dapat terealisasi jika elite-elite partai politik yang mendukungnya setuju untuk melakukan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jika hal tersebut terjadi, ada alasan bagi mereka untuk memperpanjang masa jabatan dengan alasan taat konstitusi.
"Ide-ide untuk memperpanjang masa jabatan umumnya muncul di negara-negara tidak demokratis atau negara yang tidak menjadi contoh baik dalam demokrasi," ujar Zainal.
Ia menceritakan, banyak cerita kelam di berbagai negara yang melakukan praktik perpanjangan masa jabatan pimpinannya.
Hal terburuk, dualisme di kursi pemerintahan akan terjadi yang berujung pada kudeta yang dilakukan oleh salah satu pihak.
"Contoh misalnya Guinea yang di ujungnya akhirnya Guinea itu mengalami kudeta militer. Presiden yang memperpanjang masa jabatannya untuk tiga periode itu mengalami kudeta militer," ujar Zainal. (tribun network/den/dng/dod)