Pengamat: Anies Berpeluang Menangkan Pilpres Jika Sukses Rangkul Kalangan Islam dan Nasionalis
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut berpeluang didukung oleh kalangan Islam dan Nasionalis.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei sejumlah lembaga polster beberapa waktu terakhir memperlihatkan daya tarik para kandidat calon presiden bergeser ke nama-nama berlatar belakang kepala daerah.
Para capres yang saat ini menjabat sebagai Gubernur, lebih menarik atau menjadi favorit para pemilih sehingga memimpin dalam peringkat elektabilitas.
Hal ini juga terungkap dalam survei lembaga Development Techonology Strategy (DTS) Indonesia yang digelar Februari 2022 dan dirilis awal Maret 2022.
Nama-nama seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hampir selalu berada di peringkat front runner, selain Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan sejumlah nama berlatar belakang menteri, militer, politisi atau ketua partai lainnya.
Berdasarkan analisa Peneliti Politik Senior sekaligus Kepala Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Firman Noor, hal itu karena daya tarik partai politik (identifikasi party id) atau sosok kader partai politik yang rendah di mata publik. Kinerja para kepala daerah yang dinilai bagus atau berprestasi oleh warga masyarakat menjadi daya tarik yang mengungkit rating disukai dan keterpilihan.
“Apalagi jika dilihat dari survei DTS para kandidat dipilih di wilayah di mana mereka jadi kepala daerah. Jadi terlihat bahwa para pemilih menentukan pilihan karena faktor kinerja yang dinilai baik oleh warga masyarakatnya. Pak Anies di Jakarta atau Pak Ganjar di Jawa Tengah. Oleh karenanya wajar jika seandainya pilkada dilakukan saat ini, mereka pasti akan terpilih kembali,” papar Prof. Firman Noor saat menjadi narasumber dalam rilis survei DTS Indonesia secara daring pada Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Survei DTS Skenario Head to Head Capres 2024, Pengamat: Kans Anies Lebih Menjual
Firman Noor juga menyoroti skenario head-to-head (persaingan dua nama kandidat) yang berkutat antara Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Menurutnya masing-masing punya kekuatan dan kelemahan tersendiri. Misalnya saja Anies Baswedan yang berpeluang didukung oleh kalangan Islam dan Nasionalis.
“Pak Anies merupakan kandidat yang layak diperhitungkan, selalu muncul di tiga besar. Memiliki relawan meski belum cukup sistematis dan kerap mendapatkan pemberitaan yang minim, prestasinya kadang dinilai belum terlihat bahkan negatif. Bagi pak Anies yang cenderung tidak diposisikan sebagai murni kalangan Nasionalis, justru membuka peluang mendapatkan dukungan yang cukup fleksibel dari kalangan Islam maupun Nasionalis,” paparnya.
Sementara Pak Ganjar, sambung Firman, dibandingkan tahun lalu dan awal tahun ini punya tren dukungan sangat positif, di mana pada saat yang sama ada peristiwa Wadas yang berpotensi mengganggu tren positif itu.
Namun kelemahannnya adalah hingga saat ini belum memiliki tiket dari partainya yakni PDIP.
“Pak Ganjar sebagaimana tokoh-tokoh PDIP selama ini, punya basis dukungan kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta ormas NU. Jokowi’s effect juga berpotensi akan berpengaruh pada elektabilitas Pak Ganjar. kelemahannya adalah masih berstatus “pembalap yang belum punya mobil”. Tapi masih ada peluang jika pada menit terakhir didukung penuh oleh PDIP,” tutur Firman.
Yang menarik, sambung Firman, adalah bahwa pendukung Anies Baswedan ini tidak beririsan (tidak saling memilih) dengan pendukung Ganjar Pranowo.
Baca juga: Survei PRC-PPI: Ganjar Pranowo Unggul di 11 Aspek Capres 2024, Disusul Anies Baswedan
“Nah apakah ini adalah karena faktor visi misi ke depan, di mana yang satu akan membuat perubahan, sementara yang satunya lagi melanjutkan _legacy_ sudah baik ataukah ada faktor ideologis atau juga karena kecenderungan perbedaan elemen inti pendukungnya,” ujarnya.
Sedangkan peluang kontestasi yang melibatkan Prabowo Subianto, dinilai Firman Noor, bisa dilihat dari kerja keras partainya dan pendukung militannya untuk terus menaikkan elektabilitasnya yang tidak setinggi popularitasnya, sebagaimana terlihat dari hasil survei DTS Indonesia.
“Pak Prabowo cenderung stagnan, bahkan dalam sebuah survei tahun 2021 lalu stagnansi Pak Prabowo ini sudah berlangsung hingga tujuh tahun terakhir. Pertengahan 2021 memang cenderung unggul jauh daripada yang lain. Namun ternyata dalam survei DTS ini bahkan jika diskenariokan head-to-head, misalnya pak Anies melawan Pak Prabowo, lebih unggul pak Anies. Pak Prabowo popularitas tinggi namun tidak diimbangi elektabilitasnya. Butuh booster untuk memperbaiki keseimbangan antara variabel elektoral tersebut,’ urai Firman Noor.
Firman menggarisbawahi bahwa potret persaingan head-to-head lebih ditentukan pada kontestan yang bertarung.
Tentu saja ketika persoalan tiket maju di pilpres 2024 sudah terpenuhi alias semuanya didukung oleh partai politik atau koalisi partai politik yang memenuhi syarat presidential treshold.
“Pak Anies unggul jika misalnya pak Ganjar tidak ikut bertarung. Dan kalau toh pak Anies harus head-to-head dengan pak Ganjar, hasil survei menunjukkan tidak terlalu jauh jaraknya. Ini sebetulnya memberikan sebuah sinyal bahwa masih sangat terbuka peluang bagi Pak Anies untuk bertarung di pilpres 2024 serta berpeluang untuk memenangkan kontestasi,” pungkas Firman Noor.