Ahli Hukum Tata Negara: Sangat Naif Jika Jadikan Pandemi Covid-19 Sebagai Alasan Menunda Pemilu
Pakar hukum tata negara sebut pandemi Covid-19 tak relevan jadi alasan penundaan pemilu 2024.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu yang dilontarkan sejumlah pihak belakangan membuat heboh publik.
Diketahui, usulan ini datang dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Salah satu alasan di balik usulan pemilu ditunda yakni berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Pria yang biasa disapa Cak Imin itu khawatir penyelenggaran pemilu akan mempengaruhi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, sebagaimana diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: Sekjen PDIP Sebut Penundaan Pemilu akan Ciptakan Krisis dan Merusak Kualitas Demokrasi
Ahli Hukum Tata Negara Sunny Ummul Firdaus menyebut pandemi Covid-19 tak relevan dijadikan alasan penundaan pemilu 2024.
Menurutnya, alasan itu tak sesuai dengan kondisi penanganan Covid-19 sudah mulai membaik.
Ditambah lagi, pada tahun 2020, penyelenggaraan Pilkada tetap berjalan meskipun pandemi masih ada.
"Kita melihat kemarin dalam suasana pandemi, pilkada tetap berjalan, sangat naif sekali kalau kita menggunakan alasan pandemi untuk menunda pemilu."
"Kemudian, patut diduga pemerintah cukup berhasil menyelesaikan persoalan pandemi dilihat kegiatan sudah mulai berjalan normal."
"Jadi menggunakan persoalan pandemi ini, saya kira tidak relevan," ucap Sunny dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Kata Muhaimin Soal Usul Pemilu Ditunda: Presiden Pasti Setuju Kalau Semua Parpol Kompak Bersuara
Atas hal tersebut, perlu dicek kembali apakah pandemi betul-betul menjadi alasan di balik penundaan pemilu.
Selain itu, Sunny menjelaskan usulan penundaan pemilu jelas bertentangan dengan konstitusi atau UUD 1945.
Sebab, konsitusi secara tegas menyatakan pemilu harus diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Ditambah lagi, masa jabatan Presiden juga dibatasi dua kali periode.
"Pasal 22 E ayat 1 menyatakan pemiliha umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali."
"Pasal 7 sudah dinyatakan bahwa Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali sekali di masa jabatannya."
Baca juga: Pemerintah Tak Pernah Bahas Penundaan Pemilu, Ketua DPD RI Minta Parpol Tak Bikin Gaduh
Kemudian, kata Sunny, penundaan pemilu juga sama sekali tak di atur dalam UUD 1945.
Sehingga tak ada landasan hukum yang memperbolehkan pemilu ditunda.
Berbeda halnya dengan kondisi pemilu susulan atau lanjutan.
"Sekali lagi, karena konsitusi kita tidak memberi ruang itu, maka alasan apapun kita tidak punya landasan hukum untuk menunda pemilu."
"Kita harus kembali pada regulasi yang mengatur," katanya.
Baca juga: Mahfud MD: Istana Tak Pernah Bahas Penundaan Pemilu
Untuk itu, ia meminta agar beberapa pihak tak perlu memperdebatkan lagi soal usulan pemilu ditunda.
Lebih baik kembali pada konstitusi yang ada, yang menyebut pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
"Kita kembali saja konsitusi kita, konstitusi kita mengatakan apa itu itu harus dipahami semuanya."
"Bagaimana historis dari keinginan kedaulatan rakyat yang sudah terkonstruksi dalam konsitusi kita, dijalankan sebaik-baiknya," pungkasnya.
Jangan Sampai Abuse Constitualism
Saat usulan penundaan pemilu ini benar-benar ingin diwujudkan, satu-satunya jalan bisa dilakukan, yakni merubah atau mengamandemen UUD 1945.
Sunny mengingatkan, amandemen UUD 1945 juga bukan perkara yang mudah dan sembarangan dilakukan.
Untuk merubahnya, harus ada alasan yang mencerminkan 4 pilar awal UUD 1945 dibuat.
Yakni, menjunjung tinggi demokrasi, pembatasan kekuasaan, konsep check and balance pemerintah hingga meminimalisir adanya tindakan korupsi.
Baca juga: HNW Ingatkan Jokowi untuk Tegas Menolak Penundaan Pemilu 2024
Jika melanggar, maka tidak dibenarkan untuk dilakukan amandemen.
"Negara kita sudah memilih demokrasi untuk dijunjung tinggi, kita sepakat untuk melaksanakan pembatasan kekuasaan, melimitasi adanya korupsi, adanya pelaksanaan konsep check and balances."
"Jangan sampai kita merubah konstitusi akan melanggar 4 pilar yang harusnya ada di konstitusi," tutur Sunny.
Untuk itu, Sunny menegaskan kembali pemilu harus tetap dilaksanakan dan sesuai konstitusi.
Baca juga: PROFIL 3 Ketua Umum Parpol yang Dukung Pemilu 2024 Ditunda: Ada Cak Imin hingga Zulkifli Hasan
Terlebih, setiap orang punya hak untuk memilih pemimpinnya yang telah dijamin secara hukum.
Dia mengingatkan, jangan sampai amandemen dilakukan hanya untuk hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.
"Pemilu salah satu pilar menyelenggarakan pemerintah yang demokratis, penyelenggaran pemilu harus sesuai konstitusi."
"Jangan sampai melakukan abuse constitutionalism, yaitu mengatasnamakan konstitusi untuk melakukan tindakan unconstitutional," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)
Baca berita lainnya soal masa jabatan Presiden