Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri PPPA: Perkawinan Dini Ancam Masa Depan Anak

Perkawinan anak juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Menteri PPPA: Perkawinan Dini Ancam Masa Depan Anak
TRIBUN/HO
Warga NTB mendeklarasikan Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Taman Budaya Mataram, NTB, Minggu (10/12/2017). Berdasarkan data UNICEF, Indonesia menempati urutan ke-7 tertinggi di dunia dan urutan ke-2 tertinggi di ASEAN dalam kasus perkawinan anak, sementara data Koalisi Perempuan Indonesia, NTB menjadi provinsi di Indonesia dengan angka pernikahan anak tertinggi sebanyak 41,56 persen anak perempuan usia 10-19 tahun. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan perkawinan anak merupakan praktik yang dapat mengancam masa depan anak dan mencoreng seluruh hak anak.

Perkawinan anak juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Praktik perkawinan anak patut menjadi perhatian dan prioritas kita semua karena telah menimbulkan dampak yang sangat masif," ujar Bintang melalui keterangan tertulis, Sabtu (12/3/2022).

Data menunjukkan pada 2018, 1 dari 9 perempuan berumur 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun (sekitar 11 persen).

Sementara hanya 1 dari 100 laki-laki berumur 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun (hanya sekitar 1 persen).

Berdasarkan data BPS, meski secara nasional angka perkawinan anak turun (dari 11,21% pada 2018 menjadi 10,82% pada 2019 dan 10,35% pada 2020), namun terjadi kenaikan di 9 provinsi.

Lebih lanjut lagi, data pada 2020 menunjukkan adanya 22 provinsi dengan angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari angka nasional.

Baca juga: KemenPPPA Kecam Kekerasan Seksual Anak di Duren Sawit 

BERITA REKOMENDASI

"Anak yang menikah memiliki kerentanan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan, berisiko besar mengalami tindak kekerasan, dan berpotensi memunculkan dampak buruk lainnya, termasuk pada persoalan kemiskinan lintas generasi. Apalagi, saat ini kita pun masih menghadapi bencana non-alam wabah Covid-19," tutur Bintang.

Studi Literatur UNFPA dan UNICEF juga menemukan risiko anak perempuan dinikahkan semakin tinggi dalam situasi setelah terjadinya bencana.

Berdasarkan studi UNFPA pada 2020, terdapat potensi terjadinya sekitar 13 juta perkawinan anak di dunia pada rentang waktu 2020-2030 akibat pandemi ini.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas