KPK Periksa Sekda Pemkot Bekasi Reny Hendrawati untuk Dalami Kasus Suap Rahmat Effendi
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Bekasi Reny Hendrawati untuk mendalami aliran suap Wali Kota nonaktif Bekasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Bekasi Reny Hendrawati untuk mendalami aliran suap Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (14/3/2022).
Diketahui, Reny sudah sering dipanggil KPK dalam kasus ini.
Dia bahkan pernah mengembalikan sejumlah uang terkait kasus ini kepada penyidik.
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Baca juga: KPK Sita Transaksi Keuangan di Bank Jabar Terkait Kasus Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan 'untuk sumbangan masjid.'
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.