Pentingnya Keterlibatan Perempuan Dalam Pengelolaan SDA
Seiring dengan meningkatnya kekerasan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia, perempuan merupakan pihak yang rentan terdampak.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunSolo Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seiring dengan meningkatnya kekerasan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia, perempuan merupakan pihak yang rentan terdampak.
Hal itu disampaikan oleh Sandra Hamid, Country Representative The Asia Foundation Indonesia, dalam Webinar Festival Ibu Bumi untuk merayakan Hari Perempuan Internasional pada Senin (14/3).
Para ibu, kata Sandra Hamid, khususnya adalah pihak yang paling dekat dengan lingkungan, tapi sayangnya mereka sangat jarang dilibatkan dan didengar dalam setiap penyelesaian konflik berbasis SDA di Indonesia.
"Tema ini sengaja dipilih sebagai upaya memperkuat komitmen dan gerakan bersama guna menggali gagasan dan memperluas praktik baik, berdasarkan pengalaman empirik perempuan dalam penyelesaian konflik dan kekerasan berbasis SDA di Indonesia," jelas Sandra Hamid.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandra Moniaga menambahkan, kegiatan seperti ini penting lantaran kisah tentang peran dan perjuangan perempuan di Indonesia jarang sekali ditulis dan dibicarakan.
Dengan ungkapan lain, Sandra Moniaga menghimbau pada siapa pun untuk selalu merawat ingatan tentang perjuangan perempuan.
Ia memberi contoh tentang peran ibu-ibu Sugapa di Sumatera Utara (Sumut) dalam merebut kembali tanahnya dari PT Indorayon.
Tanah mereka diserahkan begitu saja oleh para laki-laki di wilayahnya kepada pihak perusahaan melalui manipulasi adat.
"Mendapati itu, para ibu tidak bisa menerima karena itu adalah tanahnya, sehingga mereka harus berjuang melawan perusahaan dan aparat kepolisian, sayangnya, untuk mendapatkan kembali tanahnya," ungkap Sandra Moniaga.
Singkat cerita, perjuangan ibu-ibu tersebut berhasil dan hingga sekarang mereka memiliki kendali atas tanahnya, dan Sandra Moniaga menegaskan, hal-hal semacam itulah yang perlu untuk senantiasa diingat.
Apa yang dikisahkan Ibu Ngatinah, negosiator perempuan di Kalimantan Barat (Kalbar), salah satu narasumber dalam webinar tersebut barangkali akan mengkonkretkan apa yang menjadi keresahan Sandra Hamid dan Sandra Moniaga sebelumnya.
Ngatinah menyampaikan, untuk konteks perlawanan pada perusahaan dan aparat kepolisian, laki-laki kerap tidak bisa diandalkan.
Dalam kasus ini, perusahaan yang dimaksud Ngatinah adalah PT Sintang Raya. Pada 2017 Ngatinah dan 3 (tiga) rekan perempuannya terlibat konflik lahan dan SDA dengan PT Sintang Raya.