Pentingnya Keterlibatan Perempuan Dalam Pengelolaan SDA
Seiring dengan meningkatnya kekerasan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia, perempuan merupakan pihak yang rentan terdampak.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Wahyu Aji
Di tengah konflik, ketika kelompok masyarakat di desanya—terdiri dari para bapak dan 4 perempuan, salah satunya Ngatinah—meminta penjelasan pada perusahaan, pihak laki-laki menghimbau pada para ibu untuk tidak usah bicara dalam forum.
“Mereka menyuruh kami diam ketika bertemu dengan perusahaan,” katanya.
Namun, ketika di forum, apa yang terjadi justru para bapak sekadar mengangguk pada apa pun yang ditawarkan perusahaan.
Tidak saja itu, Ngatinah melanjutkan, ketika terjadi konflik di lapangan dan sampai mengundang aparat polisi, para bapak tidak ada yang berani muncul kecuali beberapa.
Di waktu bersamaan, ketika kondisi demikian, yang paling depan menghadapi aparat adalah Ngatinah dan teman-temannya.
“Para bapak ini entah, saat polisi datang, mereka tidak ada yang berani muncul dan malah kami, para perempuan yang maju menghadang polisi,” jelasnya gemas.
Mendapati apa yang diceritakan Ngatinah terkait perjuangannya menghadapi PT Sintang Raya dan aparat polisi, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyampaikan hal itu terjadi karena selama ini pendekatan yang digunakan pemerintah dalam lingkup konflik SDA adalah patriarki.
Patriarki di sini, kata Fuad, mencakup dua cara yakni represif dan relasi kuasa. Yang terakhir bisa berupa relasi kuasa pemodal dan politik.
“Pendekatan yang dipakai cenderung relasi kuasa pemodal atau antara perusahaan dan masyarakat atau relasi kuasa politik, antara pemerintah dan masyarakat. Jadi, dampaknya yang begitu,” jelas Fuad.
Untuk mengatasi hal sedemikian ini, menurut Fuad, perlu adanya apa itu yang disebut transformasi budaya.
Transformasi budaya ini merujuk pada bagaimana relasi antara manusia dan alam harus diperbarui, dari yang sebelumnya terpisah sama sekali menjadi melekat, erat.
“Ya inilah yang diusung dalam ecofeminisme, yakni bahwa manusia dan alam itu satu kesatuan, sehingga yang pertama tidak bisa mengeksploitasi yang kedua,” ungkap Fuad.
Webinar yang ditayangkan langsung melalui kanal Youtube Beritabaruco dan Aksi SETAPAK ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno sebagai pembicara kunci.
Di samping itu, hadir pula beberapa narasumber meliputi: Kepala Bidang Pengelolaan TNKS Wilayah III Provinsi Bengkulu Muhammad Zainuddin, Perempuan Adat di Teluk Bintuni Papua Barat Yustina Ogeney, serta beberapa penanggap yaitu Ketua Prodi SKSG Universitas Indonesia (UI) Mia Siscawati dan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden RI Rizkina Aliya.
Kegiatan yang dipandu oleh Diah Mardhotillah dan Pria Laura ini pun diakhiri dengan catatan penutup oleh Dedek Hendry dari GFP.