Politikus PKS Sebut Pemerintah Lemah karena Serahkan Harga Minyak Goreng kepada Mekanisme Pasar
Hal itu disampaikan Amin Ak sekaligus menanggapi keputusan pencabutan aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS Amin Ak menyebut, keputusan pemerintah menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar, bukan hanya menunjukkan kegagalan mengendalikan harga dan pasokan, namun itu juga menunjukkan pemerintah lemah dihadapan kartel pangan.
Hal itu disampaikan Amin Ak sekaligus menanggapi keputusan pencabutan aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dan menyerahkan harga pada mekanisme pasar.
Menurut Amin, pemerintah tidak mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri dan kemudian menyerah pada kemauan kartel pangan setelah drama minyak goreng yang merugikan rakyat selama enam bulan terakhir.
"Wibawa pemerintah jatuh, dan ini bisa menjadi preseden buruk bahwa kartel bisa dengan mudah mendikte pasar pangan," kata Amin dalam keterangan yang diterima, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Harga Minyak Goreng Kembali Mahal Pasokan Langsung Melimpah, Apa Kata YLKI dan Ekonom?
Lebih lanjut, Amin menduga ada kekuatan politik ekonomi yang tidak mampu dikendalikan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi.
Dalam dua bulan terakhir, Menteri Perdagangan mengeluarkan 7 aturan terkait CPO dan minyak goreng ini. Namun tidak satupun yang bisa dijalankan dengan baik.
"Saat pengumuman kebijakan terbaru, Selasa kemarin, saya menangkap gestur Menteri Perdagangan menunjukkan jika persoalan ini sudah diatas kemampuannya untuk menyelesaikannya," ucapnya.
Amin mengatakan, bahwa sejak awal dia berharap kepala negara turun tangan menyelesaikan persoalan minyak goreng.
Dia menduga sistem tata niaga pangan saat ini nyaris tidak bisa dikontrol lembaga setingkat kementerian karena kekuatan besar yang mengendalikannya.
Agar permasalahan ini terurai, Amin pun mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) tata niaga pangan, sehingga persoalannya bisa diketahui secara jelas.
Sekaligus untuk mengonfirmasi dugaan adanya penyelundupan minyak sawit mentah (CPO) hasil domestic market obligation (DMO) dan/atau minyak goreng ke luar negeri.
"Diperlukan investigasi yang menyeluruh agar pokok pangkal permasalahannya diketahui dan bisa diuraikan. Ini sekaligus membantu pemerintah membenahi tata niaga pangan termasuk minyak goreng," ujarnya.
Di sisi lain, Amin Ak mengaku heran, begitu pemerintah mengumumkan pencabutan HET kok bisa pasokan minyak goreng kemasan langsung membanjiri pasar.
Menurutnya, jangan-jangan selama ini stok itu ada, namun disimpan menunggu pemerintah menyerah dan membatalkan kebijakan HET minyak goreng dan DMO 20 persen.
Menurut Amin, melepas harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar akan memukul daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang saat ini masih sangat lemah karena dampak pandemi Covid-19.
Terlebih menjelang Ramadan hingga lebaran nanti, harga-harga pangan cenderung melonjak tajam. Harga minyak goreng kemasan di pasaran sudah mencapai hampir Rp25 ribu per liter.
"Ini menjadi kado pahit bagi konsumen karena pemerintah gagal dalam melaksanakan kebijakan minyak goreng yang terjangkau dari segi pasokan maupun harga," ujarnya.
Amin pun mendesak Satgas pangan mengawasi secara lebih ketat perdagangan minyak goreng.
Pasalnya, ada disparitas harga yang cukup besar antara minyak goreng curah dan kemasan sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan.
"Ada potensi minyak goreng curah diborong oleh oknum tertentu, selanjutnya dikemas dan dijual sebagai minyak goreng kemasan," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.