Sebut Kebijakan Minyak Goreng Terus Berganti, YLKI: Masyarakat Dijadikan Kelinci Percobaan
Tulus Abadi mengatakan, kebijakan pemerintah terkait minyak goreng seharusnya dikaji secara mendalam.
Penulis: Nuryanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan kebijakan pemerintah terkait minyak goreng seharusnya dikaji secara mendalam.
Menurutnya, kebijakan publik harus dikaji dari berbagai aspek.
Tulus pun menyebut, masyarakat menjadi 'kelinci percobaan' atas kebijakan dari pemerintah.
"Masyarakat nampaknya memang dijadikan kelinci percobaan untuk menguji coba berbagai kebijakan pemerintah itu, kebijakan yang tidak bijak," ujarnya dalam program Primetime News Metro TV, Kamis (17/3/2022), dilansir YouTube metrotvnews.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Kemasan Terus Naik, Mendag: Harganya akan Turun Seiring Banyaknya Stok di Pasar
Baca juga: Langkah Mengembalikan Harga Minyak Goreng ke Mekanisme Pasar Menunjukkan Kelemahan Pemerintah
Ia melanjutkan, kebijakan pemerintah terkait minyak goreng selalu berubah sejak lima bulan terakhir.
"Kalau sebagai kebijakan publik, harusnya sudah dikaji secara mendalam dari berbagai aspek."
"Tapi, ini sejak lima bulan atau empat bulan terakhir, kebijakan itu terus berganti," jelas Tulus Abadi.
Mendag Akui Tak Bisa Lawan Mafia Minyak Goreng
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengakui tidak dapat melawan penyimpangan minyak goreng yang dilakukan para mafia dan para spekulan, karena keterbatasan kewenangannya dalam undang-undang.
Hal tersebut disampaikan Lutfi saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Lutfi menyebut, minyak goreng yang seharusnya dinikmati masyarakat, tetapi ada yang diekspor secara ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan.
Baca juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Majalengka Kini Melimpah, Harganya Langsung Melejit
Baca juga: 2 Kali Absen Rapat di DPR, Mendag Bantah Mengelak Hindari Masalah Minyak Goreng
"Kemendag tidak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut."
"Begitu saya bicara dengan Satgas Pangan, pertama kali yang dipunyai Kemendag ada dua, kalau tidak salah Undang-Undang nomor 7 dan 8."
"Tetapi cangkokannya kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia dan spekulan ini," katanya, seperti diberitakan Tribunnews.com.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.