Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas Perempuan Bertemu dengan MA untuk Perkuat Pemenuhan Hak Atas Kepastian dan Perlindungan Hukum

Komnas Perempuan pun resmi dipertimbangkan sebagai sahabat pengadilan atas permohonan peninjauan kembali pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Komnas Perempuan Bertemu dengan MA untuk Perkuat Pemenuhan Hak Atas Kepastian dan Perlindungan Hukum
rdasa.com.au
Ilustrasi KDRT - Mahkamah Agung (MA) menyambut masukan positif dari Komisi Nasional Anti Kekerasan (Komnas Perempuan) terkait memperkuat jaminan hak dan perlindungan hukum terkait perempuan dengan hukum 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyambut masukan positif dari Komisi Nasional Anti Kekerasan (Komnas Perempuan) terkait memperkuat jaminan hak dan perlindungan hukum terkait perempuan dengan hukum.

Termasuk dalam penyelenggaraan otonomi khusus di Aceh.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Muhammad Syarifuddin,SH.,MH, dalam dialog bersama Komnas Perempuan

Komnas Perempuan pun resmi dipertimbangkan sebagai sahabat pengadilan (Amicus Curiae) atas permohonan peninjauan kembali pada Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Di sisi lain konteks penyelenggaraan otonomi khusus Aceh, Komnas Perempuan menyampaikan bahwa dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat terdapat beberapa lapisan masalah yang penting untuk disikapi oleh Mahkamah Agung.

Hal ini karena berhubungan erat dengan akses keadilan hukum. Terutama pada perlindungan perempuan korban seksual dan perkosaan. 

Baca juga: Amnesty: TPLF Balas Serangan Etiopia Dengan Pemerkosaan dan Penjarahan

Berita Rekomendasi

Kajian Komnas Perempuan menunjukkan bahwa di aspek substansi, pengaturan tentang perkosaan keseimbangan dengan tindak zina tanpa mempertimbangkan kerentanan perempuan korban. 

Hal ini antara lain ditunjukkan dengan pengaturan tentang sumpah maupun bentuk pemidanaan terhadap pelaku. Pengaturan serupa membuat perempuan korban perkosaan rentan diabaikan atas alasan tidak cukup bukti. 

Komnas Perempuan juga melihat adanya dikriminalisasi dengan delik zina ketika dianggap sebagai tindakan sukarela. Pemidanaan yang kerap dilakukan para pelaku perkosaan dan seksual adalah cambuk. 

Ini juga dapat memunculkan risiko keselamatan jiwa korban dari tindak balas dendam pelaku yang bisa segera kembali ke masyarakat pasca eksekusi. 

Risiko ini dihadapi baik oleh korban jiwa maupun perempuan dewasa.

Dengan pertimbangan ini, berdasarkan Surat Edaran MA No. 3/SEMA 10/2020, hukuman bagi pelaku seksual dan perkosaan terhadap anak adalah pidana penjara. 

Namun, pengaturan ini tidak berlaku untuk kasus-kasus korban perempuan di atas usia 18 tahun. Persoalan lain adalah, penguasaan agama pada hukum pidana dan pemeriksaan tindak pidana juga lemah. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas