Respons Para Eks Ketua MK soal Anwar Usman akan Nikahi Adik Jokowi, Dinilai Tak Perlu Mundur
Inilah respons dan komentar para mantan ketua MK terkait rencana pernikahan Ketua MK saat ini, Anwar Usman dengan Idayati, adik Jokowi.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Rencana pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dengan adik Presiden Joko Widodo (Jokowi), Idayati menuai banyak respons.
Satu di antaranya datang dari para mantan ketua MK, misal Hamdan Zoelva dan Mahfud MD.
Hamdan Zoelva menilai, Anwar Usman tak perlu mundur hanya karena rencana pernikahan tersebut.
Hanya saja, apabila MK menangani perkara yang melibatkan Jokowi sebagai presiden, misalnya pemakzulan, maka Anwar Usman dinilai perlu mengundurkan diri dari jabatannya sekarang.
Baca juga: Anwar Usman Dinilai Tak Perlu Mundur dari Jabatan sebagai Ketua MK Hanya karena Nikahi Adik Jokowi
Baca juga: Anwar Usman Kaget Rencana Pernikahannya Dikaitkan dengan Politik: Ada yang Menunggu Saya Mundur?
Lain halnya dengan Mahfud MD yang menyebut, pernikahan Anwar Usman dengan Idayati bukan merupakan konflik kepentingan.
Diketahui, Anwar Usman akan menjadi bagian dari keluarga besar Jokowi dengan menikahi Idayati.
Rencananya, ia akan menikah dengan Idayati di Solo, Jawa Tengah pada 26 Mei 2022.
Terkait rencana ini, sejumlah pihak pun meminta Anwar untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua MK demi menghindari konflik kepentingan.
Lantas, apa kata mantan ketua MK lainnya?
Inilah respons dan komentar para mantan ketua MK terkait rencana pernikahan Anwar Usman dengan Idayati, dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Jimly Asshiddiqie
Jimly Asshiddiqie menilai, pernikahan Anwar Usman dan Idayati berpotensi menimbulkan konflik kepentingan terkait putusan MK.
Satu contohnya seperti uji materi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).
Perkara hukum lain yang bisa menimbulkan konflik kepentingan adalah terkait impeachment atau pemakzulan presiden.
Hal ini ini bisa terkait langsung dengan Anwar dan Jokowi yang bakal menjadi keluarga.
"Dari kode etik (Anwar Usman) bisa nonaktif dari penanganan perkara. Jadi dia tidak ikut melibatkan diri dalam persidangan, apalagi memimpin sidang dan tidak ikut ambil keputusan," ujarnya.
Ketua MK periode 2003-2006 ini juga menyebut, hal tersebut bisa dilakukan dalam tata tertib internal dengan dua kemungkinan.
"Pertama, permintaan pemohon dari para pihak. Kedua, itu datang dari kesadaran sendiri si hakim itu."
"Dia menyatakan mundur dari penanganan perkara. Tapi, walaupun demikian ini harus dimusyawarahkan oleh sembilan hakim, jadi ada jalan keluarnya," ujarnya.
Ia menyebut, dengan sikap Anwar Usman yang memutuskan untuk menonaktifkan diri dari perkara UU IKN akan menjaga kepercayaaan publik terhadap putusan MK nanti.
Menurut dia, bila Anwar Usman sampai harus mengundurkan diri dari jabatannya sekarang karena yang bersangkutan itu menikah dengan keluarga Jokowi itu amat berlebihan.
Pasalnya, ada cara lain agar kepercayaan publik bisa terjaga meski Anwar Usman memiliki hubungan keluarga dengan Kepala Negara.
2. Mahfud MD
Ketua MK periode 2009-2013, Mahfud MD juga ikut buka suara terkait rencana Anwar Usman yang akan menjadi adik ipar Jokowi.
Mahfud MD menyebut, pernikahan merupakan hal manusiawi dan dibenarkan secara hukum serta agama.
Sehingga pernikahan Anwar Usman dengan Idayati bukan merupakan konflik kepentingan.
"Bukan konflik kepentingan. Orang menikah itu endak ada konflik kepentingan dengan jabatan."
"Itu manusiawi. Dibenarkan oleh agama. Dibenarkan oleh hukum," ujar Mahfud setelah menghadiri pengukuhan DPP PA GMNI 2021-2026 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (26/3/2022).
"Soal konflik kepentingan itu kadang kala orang tak menikah juga punya. Dipersoalkan enggak yang gitu-gitu?" lanjut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu.
3. Hamdan Zoelva
Sementara itu, Ketua MK periode 2013-2015, Hamdan Zoelva menilai Anwar Usman tak perlu mundur karena rencana pernikahannya.
Hamdan mengaku tidak sepakat sepenuhnya terkait potensi konflik kepentingan sebagaimana yang dikhawatirkan sejumlah kalangan.
Ia menjelaskan, ketika ada permohonan judicial review di MK, yang digugat adalah DPR dan presiden.
Itu pun, kata dia, presiden digugat bukan sebagai perorangan, tapi presiden sebagai kepala pemerintahan yang bersama DPR membentuk undang-undang.
"Oleh karena itu, menghadiri judicial review bukan mengadili presiden sebagai pribadi tetapi mengadili materi dan proses undang-undang yang ada," ujar Hamdan, Senin (28/3/2022).
Hamdan menganggap, Anwar Usman baru perlu mundur apabila menangani sengketa yang menyangkut Jokowi sebagai presiden perorangan, semisal sengketa hasil pemilu atau pemakzulan.
"Kalau ada itu maka harus mundur karena memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat dekat. Tapi kalau untuk judicial review tidak ada conflict of interest jadi tidak perlu mundur," jelasnya, dikutip dari Kompas.com.
Ia menambahkan, Anwar juga perlu mundur apabila menangani sengketa pemilu di mana Jokowi terlibat langsung di dalamnya sebagai kontestan.
Namun terkait hal ini, Hamdan menilai, hampir tidak mungkin sebab Jokowi telah menjabat sebagai presiden selama dua periode.
Dan sesuai konstitusi tidak dimungkinkan kembali untuk mencalonkan diri pada pemilu selanjutnya.
(Kompas.com/Vitorio Mantalean/Dian Erika Nugraheny) (KompasTV/Fadel Prayoga)