Hakim Minta Sidang Mafia Pajak Ditunda Satu Pekan
Sidang perkara dugaan suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tertunda selama sepakan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara dugaan suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (29/3/2022) mesti tertunda.
Majelis hakim beralasan sedang mengalami keterbatasan fisik.
Sidang dengan dua terdakwa mantan pejabat Ditjen Pajak Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak ini diminta hakim digelar pada Selasa (5/4/2022).
"Tunda seminggu saja ya (5 April 2022). Para saksi yang terlanjur dipanggil kemudian hadir di persidangan ini, saya mohon maaf, kami ada keterbatasan fisik ya," kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Fahzal mengatakan pihaknya banyak menangani sidang yang menyita waktu.
Tak hanya itu, hakim juga melihat kondisi Wawan yang kakinya terkilir.
Baca juga: Alasan Tersangka Korupsi Pajak Konsultan PT Gunung Madu Plantations Gugat KPK
Persidangan kali ini rencananya menghadirkan empat saksi dari pihak jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yakni, Kepala Bagian Financial Accounting PT Bank Pan Indonesia (Panin Bank) Hadidarna, konsultan pajak Agus Susetyo, dan pensiunan aparatur sipil negara (ASN), Yudi Sutiana.
Mantan Direktur Keuangan Panin Bank Ahmad Hidayat juga dijadwalkan.
Namun, ia izin tak hadir lantaran terinfeksi Covid-19.
"Kami juga mengajukan surat sakit dari dokter tentang riwayat sakit Ahmad Hidayat," kata jaksa.
Baca juga: KPK Peringatkan Andi Arief agar Kooperatif dan Respon Partai Demokrat
Wawan dan Alfred didakwa menerima suap sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura atau sekitar Rp42.169.984.851 dari para wajib pajak terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017.
Kedua terdakwa menerima suap dari PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Keduanya juga didakwa menerima gratifikasi masing-masing Rp2,4 miliar. Fulus itu diterima dari sembilan wajib pajak.
Sedangkan, Wawan juga didakwa dua pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia menyamarkan harta kekayaannya itu dengan mentransfer uang ke sejumlah orang.