Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPAI Ungkap Penyebab Anak-anak Mudah Berperilaku Intoleran hingga Terpengaruh Paham Radikal

KPAI mengungkap penyebab anak-anak rentan terpapar paham radikal yang akhirnya direkrut dalam jaringan terorisme.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in KPAI Ungkap Penyebab Anak-anak Mudah Berperilaku Intoleran hingga Terpengaruh Paham Radikal
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, Jumat (1/3/2019), di SMA Al Azhar Kelapa Gading, Jakarta Utara 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap penyebab anak-anak rentan terpapar paham radikal yang akhirnya direkrut dalam jaringan terorisme.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, hal tersebut didasari karena anak-anak dinilai masih mudah terpengaruh oleh perilaku intoleran, meski di ranah sekolah sekalipun.

Akan tetapi ada beberapa poin landasan anak-anak mudah terpengaruh sikap intoleran tersebut.

Di mana kata dia, setidaknya ada 7 kondisi yang membuat anak-anak bersikap demikian.

Baca juga: Cabuli 2 Bocah SD di Mushola Iming-iming Uang Rp 10 Ribu, Pria di Jonggol Meringkuk Dalam Tahanan

Pertama, proses pembelajaran di kelas yang tidak terbuka terhadap pergulatan pendapat dan cara pandang. 

Kedua, pembelajarannya tidak didesain menghargai perbedaan, dalam hal ini suku, agama, ras dan golongan.

Ketiga, para siswa dan guru terjebak pada intoleransi pasif, yaitu perasaan dan sikap tidak menghargai akan perbedaan (suku, agama, ras, kelas sosial, pandangan kegamaan dan pandangan politik).

Berita Rekomendasi

"Walaupun belum berujung tindakan kekerasan. Namun, bisa terlihat dari postingan di media sosial mereka," kata Retno kepada Tribunnews.com, dikutip Kamis (31/3/2022).

Baca juga: Kondisinya Mengkhawatirkan, Begini Nasib Anak-anak di Sumbar yang Diduga Direkrut Teroris NII

Keempat, sikap siswa yang terbuka terhadap praktik intoleransi mulai berkembang di kelas ketika diajar oleh guru yang membawa pandangan politik pribadinya ke dalam kelas. 

Kelima, masuknya bibit radikalisme ke sekolah karena sekolah cenderung tidak memperhatikan secara khusus dan ketat perihal kegiatan kesiswaan, apalagi terkait keagamaan. 

"Terutama yang melibatkan pemberi materi dari luar sekolah," ucapnya.

Keenam, intervensi alumni dan pemateri yang diambil dari luar sekolah tanpa screening atau pemantauan oleh guru atau kepala sekolah

Ketujuh, masuknya pemikiran yang membahayakan kebinekaan tersebut bisa saja dari alumni melalui organisasi sekolah atau ekstrakurikuler.

"(Bahkan) pemateri kegiatan kesiswaan yang bersifat rutin seperti mentoring dan kajian terbatas," tukasnya.

Baca juga: BNPT: NII Induk Terorisme di Indonesia, Membahayakan Kedaulatan Negara

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, anak yang memiliki masalah dalam kehidupan pribadinya rentan terpapar paham radikal sehingga akhirnya masuk dalam jaringan terorisme.

Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam menyikapi penangkapan 16 anggota terorisme di Sumatera Barat yang aktif merekrut anak-anak.

"Yang disasar anak-anak yang memiliki masalah, misalnya kesulitan ekonomi, kesulitan belajar, kurang perhatian keluarga, ada masalah dengan keluarga, dan lain-lain," kata Retno saat dikonfirmasi Tribunnewscom, Rabu (30/3/2022).

Retno menyatakan, upaya dengan merekrut anak-anak sebagai jaringan terorisme merupakan modus yang sudah lama dilakukan.

Bahkan biasanya mereka cenderung menargetkan pelajar di sekolah umum seperti SMA atau SMK.

"Rekruitmen dengan melibatkan anak-anak adalah modus yang sudah lama digunakan, biasanya masuk ke sekolah-sekolah umum seperti SMA dan SMK," ucapnya.

Baca juga: Polri Pastikan 16 Terduga Teroris yang Ditangkap di Sumatera Barat Berasal dari Jaringan NII

Tak hanya itu, pemahaman agama yang terbatas juga diyakininya menjadi faktor besar lain yang membuat anak-anak bisa terpapar faham tersebut.

Namun parahnya, sosok yang merekrut tersebut kerap kali dilakukan oleh pihak yang berada di sekitar sekolahan, seperti halnya tenaga pengajar atau guru.

"Sementara secara pemahaman agama bisa jadi terbatas. Perekrut biasanya masuk melalui alumni, guru, dan lain-lain," kata Retno.

Terlebih kata dia, perilaku intoleran di ranah anak-anak dapat dengan mudah dipengaruhi oleh perekrut.

Hal tersebut hanya dengan cara dimasuki pikiran-pikiran yang setuju dengan tindak kekerasan atas nama kebaikan dan agama.

"Sikap dan perilaku intoleran di kalangan anak-anak mudah dipengaruhi atau dimasuki pikiran-pikiran intoleran dan setuju kekerasan atas nama agama," tukasnya.

Baca juga: Densus 88 Dalami Struktur Kelompok 16 Orang Teroris NII Yang Ditangkap di Sumbar

Diberitakan sebelumnya, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 AntiTeror Polri menggelar operasi senyap penangkapan teroris di wilayah Sumatera Barat pada Jumat (25/3/2922) pekan lalu.

Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, 16 tersangka terorisme di wilayah Sumbar itu berasal dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII).

Ia juga membeberkan bahwa 16 tersangka teroris itu ditetapkan sebagai tersangka lantaran ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.

Polisi menyebut mereka berniat menggulingkan pemerintah dengan memanfaatkan situasi jika terjadi kekacauan.

"Memiliki niat menggulingkan pemerintahan yang sah apabila NKRI sedang dalam keadaan kacau atau chaos," kata Aswin saat dikonfirmasi, Senin (28/3/2022).

Baca juga: Konvoi Mobil Bersirene di Puncak: Mengaku Anggota Densus 88, KTA-Pelat Dinas Palsu demi Gaet Wanita

Aswin menyebut para tersangka itu juga bertekad mengubah ideologi Pancasila dengan syariat Islam.

Pada saat yang sama, mereka juga aktif merekrut anggota baru dari kalangan anak-anak di bawah umur.

"Melakukan perekrutan anggota secara masif di wilayah Sumatera Barat dengan melibat anak-anak di bawah umur," kata Aswin.

Aswin mengatakan para tersangka itu juga aktif melakukan kegiatan i'dad atau latihan ala militer secara rutin lewat berbagai kegiatan.

"Merencanakan persiapan logistik berupa persenjataan," jelasnya.

Baca juga: Jadi Korban Begal Ponsel, Bocah SD di Kebon Jeruk Takut Keluar Rumah dan Selalu Menangis 

Namun, Aswin tidak merinci lebih lanjut lokasi yang dijadikan tempat latihan.

Dia hanya menjelaskan bahwa penangkapan 16 tersangka itu dilakukan untuk mengungkap struktur jaringan NII di tingkat pusat hingga daerah.

"Terhubung dengan kelompok teror di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Bali," pungkas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas