Kirim Petisi ke UNHCR, Unsur Sipil Minta Hentikan Diskriminasi terhadap Pengungsi Afghanistan
FDEP menyerahkan petisi dukungan untuk pengungsi Afghanistan juga bangsa lain kepada UNHCR.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Solidaritas Indonesia untuk Pengungsi Afghanistan yang diisi oleh sejumlah perwakilan lembaga kemanusiaan dan sipil merasa prihatin soal banyaknya warga Afghanistan yang berada di Indonesia.
"Mereka menunggu bertahun-tahun untuk diterima mengungsi di negara lain," kata Direktur Eksekutif Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) Susetyo Raharjo dalam keterangan yang diterima, Jumat (1/4/2022).
Diketahui, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi mencatat setidaknya 6,1 juta warga Afghanistan menjadi pengungsi atau kehilangan tempat tinggal.
Susetyo mengatakan perang selama hampir 50 tahun terakhir menjadi penyebab utama jutaan orang Afghanistan mengungsi.
Ironisnya, aset bangsa miskin itu kini dikuasai secara sepihak oleh sejumlah negara kaya.
Bersama berbagai pihak dari beragam provinsi, Susetyo mewakil FDEP menyerahkan petisi dukungan untuk pengungsi Afghanistan juga bangsa lain kepada UNHCR.
"Bangsa Afghanistan, Bosnia, Irak, Suriah, Libya, Yaman, dan kini Ukraina adalah sebagian negara yang menderita karena perang. Jutaan orang terusir dari rumahnya dan terluntas di mana-mana gara-gara perang. Tidak ada yang mau menjadi pengungsi. Semua mau hidup tenang dan damai di kampung halaman masing-masing," kata dia.
Baca juga: Menlu 20 Negara Desak Taliban Buka Akses Pendidikan Bagi Perempuan Afghanistan
Sayangnya, Susetyo menyebut jutaan orang Afghanistan, Bosnia, Irak, Suriah, Libya, Yaman dan kini Ukraina tidak punya kesempatan itu dan mereka terusir karena perang.
"Para korban perang diperlakukan secara berbeda. Dalam sebulan terakhir, diskriminasi terhadap pengungsi amat nyata. Pengungsi Ukraina segera diterima dengan tangan terbuka oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika," kata dia.
Sementara itu, Iwan Nurdin selaku Direktur Eksekutif Lokataru yang ikut menandatangani petisi itu menyebut bahwa pihaknya mendesak agar diskriminasi dihentikan.
Iwan menyebut harus ada perlakuan dan penerimaan setara untuk semua pengungsi.
"Kami mendesak hentikan perampasan aset bangsa Afghanistan. Kembalikan aset itu untuk membiayai pemberdayaan perempuan, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dan penyediaan pangan di Afghanistan," kata dia.
Iwan kemudian bercerita soal keputusan Amerika Serikat menahan hampir 10 miliar dollar AS dan dana bank sentral Afghanistan adalah salah satunya.
"Tanpa malu-malu, AS mengumumkan menyita 3,5 miliar dollar AS dari dana milik bangsa miskin itu. AS mau dana itu dipakai memberi ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa 11 September 2001. Keputusan itu sama saja menghukum jutaan orang Afghanistan yang tidak bersalah dan tidak ada hubungan dengan 9/11," kata dia.
Menurutnya, seluruh dana milik Afghanistan yang dibekukan berbagai negara itu harusnya diserahkan kepada rakyat Afghanistan.
"Dana itu seharusnya bisa membiayai pemberdayaan perempuan, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dan penyediaan pangan di Afghanistan. Dana itu seharusnya diberikan kepada warga Afghanistan yang terlunta-lunta karena perang," kata dua.
"Kami meminta segera terima dan tempatkan pengungsi Afghanistan di Eropa dan Amerika yang kini dengan mudah menerima pengungsi Ukraina," pungkasnya.