Ferdinand Ungkap Kehidupan di Dalam Rutan: Hidup Kita Enak Dikasih Makan Gratis
Eks mantan Politikus Partai Demokrat itu menyatakan, kehidupannya selama di Rutan mendapatkan perlakuan yang enak seperti halnya pemberian makan dan
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan penyebaran berita bohong sehingga menimbulkan keonaran, Ferdinand Hutahaean menceritakan kondisi dirinya selama menjadi tahanan di Rutan Bareskrim Polri.
Eks mantan Politikus Partai Demokrat itu menyatakan, kehidupannya selama di Rutan mendapatkan perlakuan yang enak seperti halnya pemberian makan dan sahur gratis.
"(Sahur) enak, di Rutan itu kita hidup enak, dikasih makan gratis," kata Ferdinand saat ditemui awak media setelah sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2022).
Hal itu disampaikan Ferdinand, setelah dirinya dijatuhi tuntutan 7 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas perkara yang menjeratnya, namun ia enggan untuk menanggapi tuntutan tersebut.
Sebagai pengalihannya, lantas Ferdinand turut mengingatkan agar masyarakat muslim khususnya rekan media untuk dapat menahan diri selama menjalankan ibadah puasa.
"Tenang sehat semua selalu ya, jangan makan siang, nanti tunggu buka puasa sore," kata dia.
Adapun alasan Ferdinand enggan menanggapi tuntutan dari jaksa itu, sebab perkara yang menjeratnya ini bukan untuk dibanding-bandingkan.
Atas hal itu, ia mengaku akan menghormati tuntutan jaksa yang dinilainya telah bekerja secara profesional dan akan siap untuk menjalani segala apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat.
"Ah tidak usah masuk ke substansi itu, pokoknya kita hormati jaksa telah melaksanakan tugasnya secara profesional ya," kata dia.
Baca juga: Dituntut 7 Bulan Kasus Penyebaran Berita Bohong, Ferdinand Hutahaean Hormati Profesionalisme Jaksa
"Saya jangan diadu masalah terlalu berat, terlalu ringan nanti, jadi kita tidak usah membanding-bandingkan karena kasus saya ini selalu perbandingan ya begitu, ya," tukasnya.
Dituntut 7 Bulan Bui
Jaksa penuntut umum (JPU) telah membacakan tuntutan atas perkara dugaan penyebaran berita bohong terhadap terdakwa Ferdinand Hutahaean.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2022).
Dalam amar tuntutannya jaksa menyatakan, Ferdinand Hutahaean terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana, menyiarkan berita bohong sehingga menimbulkan keonaran.
"Menuntut, supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Ferdinand Hutahean telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata jaksa dalam tuntutannya, Selasa (5/4/2022).
Tuntutan ini kata jaksa, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagaimana dalam dakwana pertama primer.
Atas hal itu, jaksa menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 7 Bulan penjara terhadap eks Politikus Demokrat tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdinand Hutahaean dengan pidana penjara selama 7 bulan dikurangi masa tahanan," kata jaksa.
Dakwaan Jaksa
Mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean didakwa menyiarkan berita bohong, menimbulkan keonaran, dan memicu kebencian suku agama ras dan antargolongan (SARA).
"Menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong," kata jaksa membaca surat dakwaan dari ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (15/2/2022).
Adapun jaksa dalam menyusun dakwaannya mengacu pada cuitan Ferdinand di akun Twitter pribadinya @FerdinandHaean3 yang mengomentari sejumlah hal, khususnya soal pemeriksaan Habib Bahar bin Smith di Mapolda Jawa Barat.
Jaksa menilai, cuitan Ferdinand merupakan perbuatan yang dapat menerbitkan keonaran.
Atas perbuatanya, Ferdinand didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.