Rapat dengan Komisi III DPR, Kepala PPATK Paparkan Urgensi RUU Perampasan Aset
Ivan mengatakan aset-aset yang gagal dirampas untuk negara tersebut berdampak pada status aset yang akan menjadi aset status quo.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustivandana, memaparkan urgensi dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terkait dengan tindak pidana.
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (5/4/2022).
Ivan meminta RUU Perampasan Aset ini perlu segera dirampungkan dalam rangka untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum dalam penyelematan aset.
"Khususnya aset yang dimiliki atau dikuasai oleh pelaku tindak pidana yang telah meninggal dunia serta aset yang terindikasi tindak pidana namun sulit dibuktikan pada peradilan pidana," kata Ivan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.
Baca juga: KPK Harap RUU Perampasan Aset dan RUU Penyadapan Segera Disahkan, Ini Kata Menkumham
Ivan mengatakan aset-aset yang gagal dirampas untuk negara tersebut berdampak pada status aset yang akan menjadi aset status quo.
Hal itu dikatakannya akan sangat merugikan penerimaan negara, khususnya dari PNBP yang berasal dari penegakan hukum.
Atas dasar itu, Ivan meminta dukungan Komisi III DPR RI untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.
"Disampaikan kepada anggota Komisi III DPR RI bahwa RUU Perampasan Aset terkait dengan tindak pidana telah masuk dalam longlist program legislasi nasional periode 2020-2024 dan saat ini tengah menunggu dukungan dari anggota Komisi III DPR RI untuk masuk dalam prioritas semester II tahun 2022 atau setidak-tidaknya prioritas pada tahun 2023," tandasnya.