Sultan Pontianak Bantah Dipanggil KPK sebagai Saksi: Tidak Ada Surat Panggilan
Sultan Pontianak Syarif Machmud Melvin Alkadrie membantah ada panggilan KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi Bupati non-aktif Penajam Paser.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
![Sultan Pontianak Bantah Dipanggil KPK sebagai Saksi: Tidak Ada Surat Panggilan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sultan-pontianaksyarif-machmud-melvin-alkadrie3.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Sultan Pontianak Syarif Machmud Melvin Alkadrie membantah mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus korupsi Bupati non-aktif Penajam Paser Utara.
Menurut Melvin, dirinya tidak menerima surat panggilan dari KPK terkait kasus tersebut.
Hal tersebut, disampaikan Sultan Pontianak kesembilan ini setelah banyaknya pemberitaan di media massa tentang pemanggilannya.
"Sampai hari ini, Senin (4/4/2022), tidak ada surat dan tidak pernah ada panggilan sebagai saksi dari KPK yang saya terima,” ucapnya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Dugaan Kasus Korupsi Pembangunan SPALD-T di Muara Bulian Jambi, 3 Orang Jadi Tersangka
Melvin menegaskan, sebagai warga negara yang baik, dirinya akan taat pada hukum yang berlaku.
Apabila dipanggil oleh KPK, kata Melvin, maka akan menyampaikan keterangan yang sebenarnya.
“Saya sebagai warna negara yang taat hukum apabila ada pemanggilan sebagai saksi dari KPK, saya siap menyampaikan keterangan sesuai prosedur yang benar dan jujur.”
“Saya mendukung langkah penegak hukum KPK dalam upaya pemberantasan korupsi," jelasnya.
Diberitakan Tribunnews.com, Syarif Machmud Melvin Alkadrie disebut tak menghadiri pemanggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sedianya, Syarif diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur dengan tersangka Bupati nonaktif PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM) dkk.
Namun, Syarif tak hadir ke Kantor Mako Brimob Polda Kaltim di Balikpapan, Kamis (31/3/2022) kemarin.
"Syarif Machmud Melvin Alkadrie (Sultan Pontianak), tidak hadir dan tanpa konfirmasi pada tim penyidik," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Ali mengatakan, tim penyidik akan segera mengirimkan surat panggilan kedua kepada Syarif.
"KPK mengimbau untuk kooperatif hadir pada jadwal yang ditentukan berikutnya," tegasnya.
![Sultan Pontianak Syarif Machmud Melvin Alkadrie membantah mangkir panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang menjerat Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sultan-pontianak-syarif-machmud-melvin-alkadrie2.jpg)
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, KPK juga menjerat Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada tahun 2021, Kabupaten Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara.
Nilai kontraknya yang berkisar Rp 112 miliar digunakan untuk proyek multiyears, yaitu peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur bernilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan bernilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Atas adanya beberapa proyek tersebut, tersangka Abdul Gafur diduga memerintahkan tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Baca juga: Korupsi Pengadaan Ternak Sapi di Asahan Sumut, Direktur Perusahaan Ini Divonis 5 Tahun Penjara
Selain itu, tersangka Abdul Gafur diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan.
Di antaranya, perizinan untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan bleach plant (pemecah batu) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.
Kemudian, KPK menduga tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman adalah orang pilihan dan kepercayaan tersangka Abdul Gafur untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek.
Selanjutnya, uang itu digunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Tersangka Abdul Gafur bersama tersangka Nur Afifah diduga menerima, menyimpan, dan mengelola uang yang diterimanya dari para rekanan di dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah yang dipergunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Selain itu, KPK menduga tersangka Abdul Gafur telah menerima uang tunai sejumlah Rp 1 miliar dari tersangka Achmad Zuhdi.
Achmad Zuhdi diduga mengerjakan proyek jalan bernilai kontrak Rp64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ilham Rian Pratama, Kompas.tv)