Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Nadiem Tolak Usulan Malaysia agar Bahasa Melayu Jadi Bahasa ASEAN: Indonesia Justru Lebih Layak

Nadiem kemudian menjelaskan bahwa di tingkat internasional bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Nadiem Tolak Usulan Malaysia agar Bahasa Melayu Jadi Bahasa ASEAN: Indonesia Justru Lebih Layak
Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi
Mendikbudristek Nadiem Makarim. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menolak usulan Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Ketimbang bahasa Melayu, Nadiem menyebut bahasa Indonesia lebih layak dijadikan bahasa resmi organisasi negara Asia Tenggara itu.

"Saya sebagai Mendikbudristektentu menolak usulan tersebut (usulan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob agar memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara dan bahasa resmi ASEAN)," kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (5/4/2022).

”Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional," tambah Nadiem.

Baca juga: PM Malaysia Usulkan Bahasa Melayu Jadi Bahasa Resmi ASEAN, Nadiem: Bahasa Indonesia Lebih Terdepan

Nadiem mengimbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus memberdayakan dan membela bahasa Indonesia.

Menurutnya, bahasa Indonesia lebih layak dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik.

Nadiem kemudian menjelaskan bahwa di tingkat internasional bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara.

Berita Rekomendasi

Penyebarannya pun telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.

Pembelajaran bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik yang difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.

Baca juga: Campur Bahasa Ala Anak Jaksel Populer, Adakah Dampaknya Pada Bahasa Indonesia?

Selain itu, kata Nadiem, bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia.

"Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN," ucapnya.

Usul menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN sebelumnya dilontarkan Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob.

Seperti dikutip dari Channel News Asia, usulan itu muncul lantaran jumlah penutur bahasa Melayu yang dinilai tinggi.

Ismail menyebut lebih dari 300 juta penduduk ASEAN menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari.

Angka itu berarti bahasa Melayu memiliki jumlah penutur ketujuh terbesar di dunia. Ismail menyebut bahasa Melayu juga digunakan di sejumlah negara ASEAN selain Malaysia. Negara-negara itu meliputi Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan dan sebagian dari Kamboja.

Ketika melawat ke Kamboja, Ismail mengaku mendapati hingga 800.000 etnis Melayu-Cham yang menuturkan bahasa Melayu.

Sementara itu terdapat 160.000 penutur bahasa Melayu pula di antara keturunan Melayu-Cham di Vietnam.

Sejumlah penutur bahasa itu juga berkediaman di Laos.

Menilik angka tersebut, maka Ismail kemudian mendesak pemberdayaan bahasa Melayu dengan menjadikannya sebagai bahasa resmi ASEAN.

Langkah itu akan ditinjau terlebih dahulu bersama dengan anggota badan tersebut.

"Di seluruh ASEAN ada orang yang bisa berbahasa Melayu. Oleh karena itu tidak ada alasan mengapa kami tidak dapat menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN," jelasnya.

Ia juga mengklaim Presiden Indonesia, Joko Widodo, sudah sepakat menggunakan Melayu sebagai bahasa perantara mereka. IsmaiI menyatakan itu setelah bertemu Jokowi di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (1/4) lalu.

"Saya, seperti juga dengan presiden [Jokowi] akan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa perantara kami. Kami setuju, jika kami bersama-sama memperkuat bahasa rumpun Melayu ini. Kami setuju dan terima kasih kepada Bapak Presiden karena setuju dengan Malaysia untuk memperkuat bahasa Melayu yang merupakan bahasa serumpun," katanya.

Di sisi lain Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi membantah klaim Ismail itu.

Ia menjelaskan bahwa Malaysia baru sebatas menyampaikan usulan ke RI, namun persetujuan belum diputuskan.

"PM Malaysia menyampaikan usulan tersebut, yang tentunya masih memerlukan kajian dan pembahasan lebih lanjut," kata Retno.

Menurut Retno, selama ini bahasa resmi ASEAN adalah bahasa Inggris. Ia menyebut Indonesia masih perlu mengkaji terlebih dahulu sebelum memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan Malaysia itu.

Retno juga menyebut bahwa bahasa Indonesia punya lebih banyak jumlah penutur ketimbang bahasa Melayu.

"Kalau dilihat dari sisi penutur (demografi), bahasa Indonesia adalah bahasa dengan penutur terbesar di Asia Tenggara," kata Retno.(tribun network/fah/fik/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas