Perpanjangan Masa Jabatan Presiden 3 Periode Dinilai Justru Membahayakan Jokowi
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode terus mengundang polemik di tengah masyarakat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode terus mengundang polemik di tengah masyarakat.
Terlebih upaya langkah itu hanya bisa ditempuh dengan melakukan Amandemen UUD 1945.
Ketua DPP Partai Perindo Yusuf Lakaseng mengatakan mengamandemen konstitusi memang sangat bisa.
Namun demikian kebutuhan perubahannya bukan karena kehendak dari kekuasaan yang ingin memperpanjang masa jabatan atau menambah periodesasi kekuasaan.
Perubahan konstitusi harus berdasar kajian mendalam dari para ahli dan negarawan dalam masa waktu yang panjang. Kajian dilakukan setelah konstitusi saat ini dirasa tidak lagi memenuhi kebutuhan zaman.
"Kajiannya harus komprehensif dan menyeluruh untuk kebutuhan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa ratusan tahun mendatang," ujar Yusuf Lakaseng dalam keterangannya, Rabu (6/4/2022).
Baca juga: Jokowi ke Para Menteri: Jangan Ada Lagi yang Suarakan Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan
Yusuf menegaskan bahwa mengamandemen soal pembatasan masa jabatan presiden adalah tabu.
Hal itu melabrak batasan etis kesepakatan bangsa yang dilahirkan oleh reformasi. "Kita punya trauma oleh kekuasaan Orde Baru yang tak terbatas," imbuhnya.
Gerakan reformasi 1998 telah mengoreksi Orde Baru dan melahirkan sikap untuk amandemen UUD 1945.
Di dalamnya mengatur pembatasan masa jabatan Presiden hanya dua periode.
Nah, dengan adanya banyaknya dengungan soal masa jabatan presiden tiga periode, Yusuf mensiyalir itu adalah 'jebakan batman' bagi Jokowi.
"Perpanjangan itu membahayakan masa depan bangsa dan diri Pak Jokowi sendiri," katanya.
Dia mengingatkan bahwa Jokowi jangan sampai merasa terlalu percaya diri sebagai pemimpin yang kuat.
Pengalaman Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun akhirnya jatuh oleh gerakan rakyat dan mahasiswa.