Sejarah Reog Ponorogo dan Perkembangannya, Tari Daerah yang Diusulkan jadi ICH ke UNESCO
Sejarah Reog Ponorogo dan perkembangannya, Tari Daerah yang diusulkan jadi Warisan Budaya Takbenda (ICH) ke UNESCO. Tari ini berasal dari Jawa Timur.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
Sindiran tersebut tidak diterima dengan baik oleh oleh Raja Kertabumi, ia lalu menyerang perguruan Ki Ageng Kutu karena mengundang pemberontakan.
Baca juga: Malaysia Kembali Klaim Seni Reog, Indonesia Daftarkan ke UNESCO Sebagai Warisan Budaya
2. Cerita versi Raja Ponorogo dan Dewi Ragil Kuning
Dalam versi cerita lain, Reog Ponorogo menceritakan tentang Raja Ponorogo yang berminat melamar putri dari Kediri yakni Dewi Ragil Kuning.
Di tengah jalan, mereka dihadang oleh Raja Singa Barong dari Kediri.
Pasukan raja tersebut terdiri dari merak dan singa, sedangkan Raja Ponorogo Kenolo dan Wakilnya Bujang Anom diwakili oleh Warom (pria berpakaian hitam-hitam).
Warok diceritakan memiliki ilmu hitam mematikan yang membuat mereka semua kerasukan saat mementaskan tarian ini.
Hal tersebut yang dipercaya membuat para penari bergerak dengan lincah dan pembawaan barong dapat kuat mengangkat topeng berat tersebut.
Baca juga: KSP Kawal Pengajuan Seni Reog Ponorogo ke UNESCO
Perkembangan Reog Ponorogo
Reog Ponorogo pada awalnya dipraktikkan dan berkembang di Desa Somoroto Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur, kemudian menyebar ke seluruh kecamatan dan desa di wilayah Kabupaten Ponorogo.
Selain itu, reog juga berkembang dan tersebar di sebagian besar provinsi di Indonesia seperti: Jawa Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Lampung, Riau, Kalimantan Timur, Bengkulu, Jambi, Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Reog Ponorogo juga diketahui berkembang di beberapa negara seperti Amerika, Belanda, Korea, Jepang, Hongkong, dan Malaysia.
1. Reog pada Masa Hindu-Budha
Sejarah keberadaan seni reog pada masa kuno (zaman Hindhu-Budha) juga dapat diketahui melalui cerita versi legenda Suryongalam.
Pada versi ini diceritakan Demang Suryongalam dari Wengker yang bernama Ki Ageng Kutu (sekarang Desa Kutu, Kecamatan Jetis) membuat seni reog sebagai bentuk kritik kepada pemerintahan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit (abad XV).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.