AS Sebut Ada yang Janggal dalam Kasus Unlawful Killing 6 Laskar FPI, Aziz Yanuar: Kami Tidak Heran
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mendadak menjadi sorotan usai merilis sebuah laporan praktik hak asasi manusia (HAM).
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mendadak menjadi sorotan usai merilis sebuah laporan praktik hak asasi manusia (HAM).
Diketahui, Deplu AD menyoroti kasus unlawful killing penembakan laskar FPI yang terjadi pada Desember 2020 lalu. Laporan itu tercantum dalam sebuah dokumen tertulis Unlawful or Politically Motivated Killings.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum keluarga 6 anggota laskar FPI, Aziz Yanuar, mengaku tak heran dengan laporan itu. Ia menyebut dimuatnya laporan itu menjadi bukti stigma buruk yang diberikan terhadap kelompok tertentu masih santer dipraktikan di Indonesia.
"Saya tak heran, apalagi sekarang diperkuat dokumen tersebut. Kelompok kanan saat ini sudah berubah paradigmanya di dunia politik internasional," kata Azis kepada Tribunnews.com, Minggu (17/4/2022).
Azis bersikukuh, jika kelompok Islam tidak lagi dipandang sebagai musuh di dunia Internasional.
Baca juga: Mahfud MD Jawab Tudingan PeduliLindungi Langgar HAM: Kita Lebih Baik dari Amerika Serikat
Ia menyebut kelompok yang kerap dianggap berseberangan ini justru dijadikan aset untuk kemajuan peradaban.
Kuasa hukum Habib Rizieq ini juga menyinggung bahwa hal itu dipertegas dengan Undang-Undang Anti-islamfobia di AS.
Berbeda dengan di Indonesia, Azis menyebut stigma negatif kelompok islam malah makin tertinggal.
"Terbukti dengan adanya UU Anti-islamofobia di AS, di sini malah makin ketinggalan zaman, masih saja begitu-begitu saja," tutur Azis.
Baca juga: Hakim Dinilai Tidak Cermat, Kejagung Ajukan Kasasi Atas Putusan Kasus Unlawful Kiilling Laskar FPI
Ia berujar jika penegakan hukum yang terus didorong pihaknya agar kasus unlawful killing laskar FPI bisa diungkap. Aziz berharap penegak hukum bisa mengadili para pelaku dengan hukum yang adil.
"Seluruh pecinta kebenaran dan penegakan hukum berkeadilan akan terus mendorong agar kasus ini tak hanya diungkap, tapi terkuak kebenarannya. Serta pelaku harus diadili dengan hukum yang adil tentunya, bukan dengan dagelan yang terjadi selama ini," pungkas Azis.
Diberitakan sebelumnya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam sebuah laporan, terdapat satu poin bahasan tentanf perampasan nyawa secara sewenang-wenang dan pembunuhan melawan hukum atau bermotif politik.
Melansir 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia yang dilihat dari situs Deplu AS, Jumat (15/4/2022), ada sejumlah hal yang disorot dalam laporan tersebut.
Pada 'Bagian 1 dengan poin Menghormati Integritas Orang', salah bahasannya ialah Arbitrary Deprivation of Life and Other Unlawful or Politically Motivated Killings atau Perampasan Nyawa secara Sewenang-wenang dan Pembunuhan Melawan Hukum atau Bermotif Politik.
Dalam laporan itu, Deplu AS membahas soal unlawful killing yang terjadi dan disebutkan di dalamnya nama Front Pembela Islam (FPI). Lebih lanjut, dokumen itu menulis dugaan kejanggalan kasus penembakan 6 Laskar FPI di Tol KM50 Cikampek pada Desember 2020 silam.
"KontraS juga melaporkan 13 kematian diduga akibat penembakan polisi pada periode yang sama. Pada 8 Januari, Komnas HAM merilis laporannya tentang penembakan polisi pada Desember 2020 terhadap enam anggota Front Pembela Islam di jalan tol Jakarta-Cikampek di Provinsi Jawa Barat," tulis laporan Deplu AS.
"Komisi menemukan bahwa polisi secara tidak sah membunuh empat anggota depan yang sudah berada dalam tahanan polisi dan menyebut pembunuhan itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Pada bulan April seorang juru bicara polisi menyatakan bahwa tiga petugas polisi dari Polda Metro Jaya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sedang diselidiki, mencatat bahwa satu dari tiga telah meninggal dalam kecelakaan pada bulan Januari. Pada 23 Agustus, media melaporkan pengajuan tuntutan terhadap kedua tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Timur," tulis laporan itu